Tafsir Rasulullah dan karakteristiknya
Oleh; Nehrun
A. Latar Belakang
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW ketika
menjelang kematiannya , beliau sempat berpesan kepada seluruh umatnya, “Saya
tinggalkan kepada kalian dua hal, selama kalian berpegang teguh kepada kedua
hal tersebut kalian tidak akan tersesat selamanya. Kedua hal tersebut adalah
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya”.
Kitabullah (al-Qur’an) sebagaimana disebutkan di atas merupakan salah satu
diantara dua kunci dan bekal kehidupan manusia yang mengantarkan mereka menuju
gerbang kebahagiaan.Hal ini bukanlah sesuatu yang berlebihan bahkan menjadi
sebuah kewajaran dan kemestian, sebab manusia ibarat sebuah perahu, sekuat dan
secanggih apapun perahu tersebut bila tidak dinahkodai oleh orang yang
profesional terkadang bahkan hampir dipastikan perahu tersebut tidak mampu
mencapai dan bersandar di pulau tujuannya.Demikian pula al-Qur’an, diturunkan
oleh Allah SWT sebagai petunjuk yang dapat menuntun manusia menuju pelabuhan
ridha Ilahi dan melindungi mereka dari berbagai macam bahaya ombak dan
gelombang yang dihadapi.
Al-Qur’an adalah lautan yang tidak bertepi, kedalamannya tidak terbatas
penuh dengan mutiara ilmu dan pelajaran yang memancarkan cahaya Ilahi menerangi
kegelapan.al-Qur’an mengajak kepada setiap pembacanya untuk menyelami
kedalamannya guna mencari intan mutiara yang tak ternilai harganya.
Oleh karena itulah Rasulullah diutus oleh Allah untuk menjelaskan makna
yang terkandung di dalamnya, sehingga mutiara-mutiara suci tersebut dapat
dibawa naik ke permukaan bumi dan memancarkan cahaya keselamatan tembus ke
langit. Itulah Rasulullah.
Akan tetapi
dari penjelasan-penjelasan Rasulullah tersebut tentu memiliki model dan macam yang
berbeda-beda. Dari keragaman model yang berbeda itu pula melahirkan implikasi
yang –mungkin- tidak sama antara penjelasan pada ayat satu dengan penjelasan
pada ayat yang lain.Maka lewat makalah ini penulis akan menguraikan model serta
macam macam dari tafsir rasulullah terhadap teks al qur’an. Dan juga penulis
akan mengedepankan masalah yang diperselisihkan oleh para ulama terkait apakah
rasulullah mufassir pertama ?, dan apakah rasulullah menafsirkan semua isi teks
al qur’an ?. dan terakhir penulis sebutkan karakteristik tafsir rasulullah.
Penafsiran
al Qur'an telah tumbuh pada masa hidup Nabi dan beliaulah yang menjadi al-mufassir al awwal dari kitab Allah untuk
menerangkan maksud-maksud wahyu yang diturunkan padanya. Hal ini terbukti dan
diakui oleh al Qur'an, Allah Ta’ala berfirman;
3
!$uZø9tRr&ur
y7øs9Î)
tò2Ïe%!$#
tûÎiüt7çFÏ9
Ĩ$¨Z=Ï9
$tB
tAÌhçR
öNÍkös9Î)
öNßg¯=yès9ur
crã©3xÿtGt
ÇÍÍÈ
(Dan Kami turunkan kepadamu al Qur'an agar
kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
agar mereka mau berpikir) (QS. 16:44).
Dan juga
disebutkan dalam ayat yang lain;
! !$tBur
$uZø9tRr&
y7øn=tã
|=»tGÅ3ø9$#
wÎ)
tûÎiüt7çFÏ9
ÞOçlm;
Ï%©!$#
(#qàÿn=tG÷z$#
ÏmÏù
Yèdur
ZpuH÷quur
5Qöqs)Ïj9
cqãZÏB÷sã
ÇÏÍÈ
(Dan Kami tidaklah
menurunkan kepadamu al Kitab [al Qur'an] ini kecuali agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan dan untuk menjadi
petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman) (QS.
16:64).
Dari kedua ayat di atas, dipahami bahwa penjelasan-penjelasan nabi tidak
dapat dipisahkan dari pemahaman maksud ayat-ayat al Qur'an.Karena memang beliau
adalah satu-satunya manusia yang mendapat wewenang penuh untuk menjelaskan al
Qur'an.Penjelasan beliau dapat dipastikan kebenarannya. Tidak
seorang muslim pun yang dapat menggantikan penjelasan Rasululllah dengan
penjelasan manusia lain, apapun kedudukannya.
Hanya saja
dari sejarah penafsiran al Qur'an, khusunya yang terkait dengan as sunnah,
ulama memiliki keragaman pendapat mengenai kuantitas penafsiran Nabi.Sehingga
kita dapatkan perbedaan tersebut yang masing masing mempunyai landasan dan
dalil;
1.
Sebagian di
antaranya berpendapat bahwa Rasululah SAW telah menafsirkan makna al Qur'an
secara utuh sebagaimana Beliau telah menjelaskan seluruh lafadz yang terdapat
di dalamnya. Termasuk yang sepaham dengan pendapat ini adalah Ibnu Taimiah.[1]
Kelompok
yang pertama ini beragumentasi sesuai firman Allah SWT pada surat 16:44 di atas
–sekalipun masih banyak argumentasi yang lain, namun di sini hanya disebutkan
dua diantaranya-
a)
bahwa Nabi
ditugaskan oleh Allah untuk menjelaskan kandungan al Qur'an secara keseluruhan
sebagaimana ia telah menjelaskan lafadz-lafadznya.
b) Alasan yang kedua, yaitu riwayat dari Abu Abdurrahman al Sulami
bahwasanya ia telah diceritakan oleh orang-orang yang telah menghadapkan
bacaannya kepada nabi, seperti Utsman bin 'Affan, Abdulah bin Mas'ud dan yang
lainnya, bahwa apabila mereka mempelajari sepuluh ayat dari al-Qur’an maka
mereka tidak melewatinya hingga mereka mempelajari kandungan ayat tersebut baik
yang berupa ilmu pengetahuan maupun pengamalan. [2]
2.
Sementara
ulama yang lain –misalnya al Suyuthi- melihat bahwa Rasulullah hanya
menjelaskan kepada sahabatnya sebagian kecil sajadari makna al
Qur'an. (lam yubayyin li ashabihi ma'ani al Qur'an illa al qalil).[3]
kelompok
yang kedua ini juga memiliki banyak landasan dan dalil yang menguatkannya
diantaranya;
a) riwayat dari 'Aisyah bahwa Nabi tidak menjelaskan sesuatupun dari
al Qur'an kecuali beberapa ayat tertentu yang telah diajarkan Jibril kepadanya.
b) sekiranya Nabi telah menafsirkan seluruh al Qur'an maka ia tidak
perlu mendoakan Ibnu Abbas secara khusus اللهم فقه في الدين وعلمه التأويل . karena dari doa tersebut terdapat sebuah indikasi bahwa
Ibnu Abbas diharapkan mampu menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat al Qur'an.[4]
Terkait
dengan keragaman pendapat disertai dengan dalil dari masing-masing kelompok,
apatah lagi setelah membandingkan kedua argumentasi tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa Rasulullah tidak banyak menjelaskan makna al Qur'an
sebagaimana yang terekam di dalam beberapa kitab-kitab hadis yang sahih (kutub
al shihah), karena di dalam al Qur'an terdapat ayat yang kandungannya hanya
diketahui oleh Allah semata, dan ayat yang hanya diketahui oleh para ulama,
oleh orang-orang arab karena kemampuan bahasanya, dan bahkan ada ayat yang bisa
dipahami oleh siapa saja. Hal ini telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas, sebagaimana
dikutip oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya :
التفسير على أربعة أوجه: وجه تعرفه العرب من
كلامها، وتفسير لا يعذر أحد بجهالته،
وتفسير يعلمه العلماء، وتفسير لا يعلمه إلا
الله تعالى ذكره.
Akan tetapi penulis sendiri dalam menyikapi keragaman pendapat tersebut,
mengambil kesimpulan bahwa penafsiran Nabi terhadap al Qur'an tidaklah
menyeluruh bila penafsiran tersebut ditinjau dari aspek penjelasan lisan.Tetapi
bila ditinjau dari aspek penjelasan lisan disertai dengan akhlak dan perbuatan
Nabi maka dapat dikatakan al Qur'an telah ditafsirkan oleh Rasululah secara
keseluruhan.Hal ini didasari oleh keterangan 'Aisyah ketika ia ditanya mengenai
akhlak Nabi, ia hanya menjawab dengan singkat كان خلقه القرآن (akhlaknya nabi adalah al Qur'an).[5]Bahkan
ketika M. Quraish shihab menjelaskan hadis tersebut yang terkait dengan QS. Al
Qalam ayat 4, ia mengingatkan untuk menggambarkan sekelumit dari akhlak Nabi,
"maka bukalah lembaran-lembaran al Qur'an, dan temukan ayat-ayat perintah
dan anjuran, pahami secara benar kandungannya. Anda akan menemukan penerapannya
pada diri Rasulullah SAW. Beliau adalah bentuk nyata dari tuntunan al
Qur'an".[6]
Begitu juga
pendapat ini diperkuat oleh DR.Sobri Mutawalli beliau mengatakan;
"إن
التفسير النبوي للقرآن ليس معناه الحجم المقروء الذي وصل إلينا ، بل إن أقوال
النبي -صلى الله عليه وسلم- وأفعاله وتقريراته تعد تفسيرا للقرآن . وقد قالت عائشة
-رضي الله عنها- :(كان خلقه القرآن)" .[7]
Dr. Muhammad
Husain al Dzahabi dalam kitabnya AtTafsir Wal Mufassirun telah panjang
lebar menjelaskan perbedaan pendapat para ulama dalam hal ini, disertai dengan
dalil masing masing kelompok, kemudian mengambil jalan tengan sebagai
kesimpulan dari pendapat pendapat
tersebut dan mengatakan bahwa Nabi menafsirkan sebagian besar isi al
Qur’an, dan tidak menafsirkan seluruh isinya. [8]
Oleh
karena itu, jelas bahwa pada saat al Qur'an diturunkan, Rasullullah yang
berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada
sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan al Qur'an, khusunya menyangkut
ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung
sampai dengan wafatnya Nabi, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut
tidak semua kita ketahui, akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau
karena memang Rasululah sendiri tidak menjelaskan seluruh kandungan al Qur'an.
B. Model-model Tafsir Dalam Hadis Rasulullah
Setelah
melihat kuantitas serta urgensi penjelasan nabi terhadap al Qur'an, maka
–mungkin- muncul sebuah pertanyaan, bagaimana bentuk atau model penafsiran al Qur'an yang dilakukan oleh Rasulullah?Sehingga kita
akan dapatkan macam macam dari tafsir Rasulullah.
1) Model Penafsiran Dalam Hadis Ditinjau Dari Segi Sumbernya
Yang
dimaksud sebagai sumber tafsir adalah faktor yang dijadikan sebagai pegangan
dalam memahami makna ayat-ayat al Qur'an. Bila sumber penafsiran ini diartikan
umum maka kita akan melihat bahwa ada tafsir yang bersumber melalui periwayatan
(tafsir bil ma'tsur), ada juga yang bersumber melalui akal atau pemikiran (tafsir
bil ra'yi), ada pula yang memasukkan jenis yang ketiga yaitu tafsir bil
isyari atau penafsiran yang didasari oleh isyarat-isyarat atau intuisi
spiritual.
Namun
terkait dengan penafsiran Nabi, maka tidak ada perselisihan di antara ulama
bahwa penafsiran tersebut tidak terlepas dari wahyu. Selain adanya penegasan
Allah di dalam al Qur'an bahwa Rasulullah tidaklah berbicara karena nafsunya
melainkan ada tuntunan wahyu menyertainya, juga diakui bahwa Nabi sebagai
penerima al Qur'an sekaligus penerima tafsiran makna ayat dari Jibril sebagai
pembawa Wahyu[9].
Oleh karena
itu, penulis membagi model penafsiran nabi bila dilhat dari sumbernya terbagi
ke dalam tiga bagian, yaitu :[10]
1. تفسير القرآن بالقرآن , sebuah bentuk penafsiran yang dilakukan
oleh Nabi namun menggunakan ayat al Qur'an sebagai tafsirannya. Sebagai contoh,
tafsiran kata ظلماdalam QS.Al
An'am ayat 28 yang ditafsirkan oleh Rasulullah dengan menggunakan Al Qur’an Surat.
Lukman ayat 13 sebagai bentuk kemusyrikan (الشرك )[11].
2. تفسير القرآنبالسنة ,penafsiran yang dilakukan oleh Nabi yang
disertai dengan tuntunan wahyu, maksudnya Jibril memberikan penjelasan kepada
Nabi makna dan maksud dari ayat-ayat al Qur'an. Sebagai contoh, adalah
ketidakmampuan Nabi menjawab pertanyaan seorang Yahudi mengenai nama-nama
bintang yang sujud kepada Nabi Yusuf as.Sebagaimana firman Allah dalam QS.Yusuf
: 4. kemudian Jibril datang mejelaskan kepada Nabi Muhammad tentang jawaban
pertanyaan tersebut[12].
2) Model Penafsiran Nabi Ditinjau Dari Segi Fungsinya
Kaitannya dengan
fungsi atau kegunaan tafsir maka model penafsiran Nabi, terbagi ke dalam tiga
bagian, yaitu:
1. بيان التأكيد , artinya penafsiran yang dilakukan oleh Nabi sebagai
penguat yang menguatkan atau menggaris bawahi kembali apa yang terdapat di
dalam al Qur'an. Diantara kriteria model seperti ini adalah ketika penjelasan
assunnah tidak bertentangan atau sesuai dengan penjelasan al Qur'an. Sebagai
contoh model penafsiran litta'kid. Misalnya hadis Rasulullah :
عن عمرو بن يثربي قال خطبنا رسول الله صلى
الله عليه وسلم فقال ألا ولا يحل لامرئ من مال أخيه شيء إلا بطيب نفس منه[13].
"Tidak
halal bagi seseorang harta saudaranya kecuali dengan izin/kerelaan hati dari
pemiliknya".
Penjelasan
Nabi yang disebutkan di dalam riwayat di atas saling terkait dan sesuai dengan
firman Allah QS.Al Nisa' ayat 29.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا[14]
2. بيان التفسير , artinya penafsiran Nabi bukan sekedar
menguatkan melainkan penafsiran tersebut memperjelas, merinci bahkan membatasi
pengertian lahir dari ayat-ayat al Qur'an. Karena luasnya cakupan model seperti
ini, maka dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk penafsiran, yaitu:
a)
بيان التعريف , yaitu penjelasan yang menjelaskan apa
sebenarnya yang dimaksud oleh term atau lafadz. Dengan kata lain bahwa model
semacam ini merupakan sebuah penjelasan dari kata yang
dianggap musykil. Misalnya saja penafsiran Nabi terhadap firman Allah
SWT dalal surat al baqoroh 178 :
Kata الخيط الأبيض diartikan sebagai بياض النهار (keterangan tentang siang hari), sementara الخيط الأسود diartikan sebagai سواد الليل (keterangan tentang malam hari).
b)
بيان التفصيل , yaitu sebuah penjelasan yang merinci
konsep-konsep yang terkandung di dalam lafadz atau dapat diartikan sebagai
penjelasan Nabi terhadap kata-kata yang bersifat mujmal. Misalnya
kata مصيبة pada firman Allah SWT pada QS. Al Syura
ayat 30[15] yang
ditafsirkan atau dirincikan dengan makna مرض"penyakit", عقوبة "hukuman", بلاء "cobaan
di dunia ini"[16]. Atau
dengan contoh yang lain, penjelasan mengenai waktu salat dan jumlah rakaatnya,
tata caranya, penjelasan mengenai ukuran zakat, jenis-jenisnya, atau penjelasan
mengenai manasik haji.
c)
بيان التوسيع , yaitu penjelasan yang memperluas pengertian
makna dari suatu term. Misalnya lafadz الدعاء yang ditafsirkan dengan konsep yang lebih luas, yaitu
dengan makna العبادة .sebagaimana yang dikutip oleh Imam as
Syaukani dalam tafsirnya ketika sampai pada QS. Al Baqarah ayat 186, bahwa Nabi
menegaskan makna do'a dengan ibadah[17].
d)
بيان التخصيص , yaitu penjelasan Nabi yang menyempitkan
makna dari suatu lafadz atau mengkhususkan makna dari kata yang bersifat umum.
Sebagai contoh, firman Allah SWT :
Kata القوة pada
ayat di atas dijelaskan oleh Rasulullah dengan الرمي "kemampuan
memanah".[19]Hal
ini dianggap penyempitan makna karena konsep kekuatan tidak terbatas atau
memiliki makna yang lebih luas dibandingkan dengan memanah.Sehingga pengalihan
makna yang lebih umum kepada makna yang lebih khusus menunjukkan penyempitan
makna.
e) بيان التقييد , yaitu
sebuah penafsiran yang memberikan pengklasifikasian makna dari suatu term atau
mengikat makna dari lafadz yang mutlak. Sebagai contoh firman Allah SWT :
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا
كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ[20]
Kata
tangan pada kalimat فاقطعوا
أيديهما dijelaskan oleh
Rasulullah sebagai tangan kanan.Atau ayat yang memerintahkan ibadah haji ditafsirkan
sebagai sebuah kewajiban sekali dalam seumur hidup.
f)
بيان التمثيلyaitu penjelasan makna suatu ayat dengan
memberikan contoh atau penyerupaan sifat dari makna yang ditafsirkan. Hal ini
bisa dilihat pada penafsiran Nabi pada ayat غير المغضوب عليهم ولا الضالين (orang yang dimurkai dan orang tersesat). Kalimat
"orang yang dimurkai" dijelaskan sebagai "orang-orang
Yahudi" karena memang sifat-sifat yang dimiliki oleh mayoritas umat Yahudi
pada masa Nabi menunjukkan kewajaran untuk mendapatkan murka dari-Nya. Bahkan
al Qur'an sendiri memberitakan bahwa orang-orang Yahudi mengenal kebenaran
namun mereka enggan mengikutinya, sehingga wajar bila Rasulullah memberi contoh
orang yang dimurkai sebagai kaum Yahudi[21].
3. بيان
أحكام زائدة على ما جاء في القرآن الكريم , artinya penafsiran yang dilakukan oleh
Rasulullah merupakan sebuah penambahan hukum terhadap apa yang terdapat di
dalam al Qur'an atau dengan kata lain Rasulullah menetapkan hukum baru yang
belum ditetapkan dalam al Qur'an. Penafsiran semacam ini menjadi bahan
perbincangan ulama, sehingga menimbulkan keragaman pendapat, ada yang
menyetujui, ada pula yang menolaknya. Kelompok yang menyetujui mendasarkan pendapatnya
pada 'ishmah (keterpeliharaan Nabi dari dosa dan kesalahan, khususnya
dalam bidang syariat) disertai adanya beberapa ayat yang menunjukkan adanya
wewenang Nabi untuk ditaati dan bahwa Apa yang Rasulullah sabdakan adalah
merupakan wahya dari Allah. Sementara kelompok yang menolaknya berpendapat
bahwa sumber hukum hanya Allah, tidak ada hukum kecuali semuanya merujuk
kepada-Nya, termasuk Rasulullah juga dan mesti kembali kepada al Qur'an ketika
hendak menetapkan sebuah keputusan/hukum.
Di
dalam makalah ini, penulis tidak ingin berpanjang lebar berbicara mengenai
keragaman pendapat tersebut, karena diakui atau tidak, diterima atau ditolak,
ternyata dalam beberapa hal Rasulullah SAW menetapkan hukum yang tidak
disebutkan di dalam al Qur'an dan ini berarti bahwa Rasulullah membuat hukum
baru. Sebagai contoh penetapan zakat
fitrah, hukum rajam bagi pezina laki-laki yangmuhshin (الزاني المحصن ), harta warisan bagi nenek, penetapan hukum dengan saksi
dan sumpah, dan contoh-contoh yang lain yang banyak ditemukan pada persoalan
fiqhi[22].
Termasuk pula
dalam kategori penafsiran ini adalah بيان النسخ , yaitu penjelasan Rasululah bahwa ayat
ini misalnya telah di nasakh, atau hukum ini telah dinasakh dengan hukum ini. [23]Seperti
misalnya penjelasan Nabi tentang wasiat, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah :
عن أنس بن مالك قال إني لتحت ناقة رسول
الله صلى الله عليه وسلم يسيل علي لعابها فسمعته يقول إن الله قد أعطى كل ذي حق
حقه ألا لا وصية لوارث[24]
Hadis ini
merupakan penjelasan dari Rasulullah bahwa wasiat bagi orang tua dan keluarga
itu dinasakh hukumnya sekalipun bacaannya tetap disebutkan di dalam al Qur'an
surat Al Baqarah : 180
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ
الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
·
Rasulullah
tidak menafsirkan ayat ayat al qur’an kecuali apa yang dibutuhkan penafsiran
dan penjelasannya saja, atau apa yang sulit dipahami oleh para sahabatnya.
·
Tafsir
rasulullah dirasa lebih jelas dan sangat mudah dipahami karena penjesannya
ringkas dan bahasa yang mudah dan padat sarat akan makna, tampa panjang lebar
sehingga keluar dari pembahasan yang tidak berhubungan dengan apa yang
ditafsirkannya.
·
Perkataan
(sabda) dan tingkah laku Rasulullah merupakan bagian dari upaya rasulullah
dalam menafsirkan dan menjelaskan kandungan al qur’ankepada para sahabatnya.
·
Seluruh apa
yang ditafsirkan oleh rasulullah telah sampai kepada kita dengan periwayatan
yang shahih dan banyak kita dapatkan dikitab-kitab hadits para ulama.
·
Tafsri
rasulullah merupakan tingkatan tafsir yang paling utama setelah penafsiran al
qur’an dengan Al qur’an. Karena penafsiran beliau merupakan wahyu yang
diwahyukan Allah kepadanya.
D. Referensi
·
Dr.
Muhammad Husain Adz-Dzahaby, At-Tafsiwa al-Mufassirun, (Cet. II; Beirut:
Dar al-Fikr, 1976)
·
Az-Zarkasyi, al-Burhanfii
‘Ulum al-Qur’an, (et. II; Beirut: Libanon: Dar al-Ma’rifah, 1391 H/ 1927 M)
·
As-Suyuthi, al-Itqaan
fi ‘Ulum al-Qur’an, (Cet. Beirut : Dar al-Fikr, T.Thn)
·
Muhammad
bin Ali bin Muhammad al Syaukani, Fathul Qadir al Jami' baina Fanni al
Riwayah wa al Dirayah min Ilmi al Tafsir
·
'Imaduddin
Abu al Fida'I Ismail bin Umar Ibnu Katsir, Tafsir al Qur'an al Adzim(Beirut;
Dar al Kutub al 'Ilmiah, 1998)
·
MAKTABAH
SYAMILAH “Arsyif Multaqo Ahli At Tafsir”
·
www.uqu.edu.sa
[1] Disebutkan dalam “Arsyif Multaqo Ahli At Tafsir” bahwa ibnu
taimiyah adalah yang pertama kali berpendapat bahwa nabi telah menafsirkan
seluruh isi alqur’an, Tapi tidak dipahami bahwa beliau mengatakan bahwa nabi
menafsirkan seluruh ayat satu demi satu dengan perkataannya melainkan
penafsiran yanga maknanya luas dalam arti meliputi perkataan, perbuatan,
kesepakatan dan sifat nabi itu sendiri (MAKTABAH SYAMILAH).
قال ابن تيمية -رحمه الله- : "كل ما حكم به رسول
الله -صلى الله عليه وسلم - فهو مما فهمه من القرآن : قال الله تعالى : {إنا
أنزلنا إليك الكتاب بالحق لتحكم بين الناس بما أراك الله ولا تكن للخائنين خصيما .
[2]
Lihat Muhammad Husain al Dzahabi, tafsir wal mufassirun (Beirut; Dar
al Fikr, 1976), cet. II, jil. II, hal. 50
[4] Lihat Muhammad Husain al Dzahabi, tafsir wal mufassirun
–termasuk yang memegang pendapat ini
adalah Dr. Muhammad Husain al Dzahabi-
[5]
'Imaduddin Abu al Fida'I Ismail bin Umar Ibnu Katsir, Tafsir al Qur'an al
Adzim(Beirut; Dar al Kutub al 'Ilmiah, 1998), jil. VIII, hal. 207
[6] M.
Quraish Shihab, Tafsir
al Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur'an(Ciputat; Lentera Hati, 2006),
jil. XIV, hal. 381.
[8] Dr. Muhammad Husain al Dzahabi dalam kibatnya AtTafsir Wal
Mufassirun
[9] Dalam bahasa Prof. Muin Salim, wahyu yang diterima oleh Nabi dibedakan
atas wahyu al-Qur'an (الوحي القرآني )dan wahyu yang tidak termasuk dalam
kelompok wahyu yang pertama (السنة ). Akan tetapi kaitannya dengan sumber
tafsir pada masa Nabi maka jenis wahyu yang pertama dikenal dengan
istilah tafsir al Qur'an bil al Qur'an dan jenis wahyu yang kedua
yaitu tafsir al Qur'an bi al wahyi. (Beberapa Aspek Metodologi Tafsir al
Qur'an(Ujung Pandang; Lembaga Studi Kebudayaan Islam, 1990),
[11]عن ابن مسعود قال: "لما نزلت هذه الآية: {الَّذِينَ
آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُو?اْ إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ}. شق ذلك على الناس فقالوا:
يا رسول الله؛ وأينا لا يظلم نفسه؟ قال: "إنه ليس الذى تعنون، ألم تسمعوا ما
قال العبد الصالح: إن الشرك لظلم عظيم؟ إنما هو الشرك".
[12]Lihat Ibnu Katsir ketika menafsirkan QS.Yusuf : 4, di sana ia
menyampaikan sebuah riwayat yang menyebutkan alur cerita tersebut . dan ia pun sendiri sebagai ahli hadis –di
samping ahli tafsir- menegaskan bahwa kualitas hadis tersebut dapat
dipertanggungjawabkan.
[13] Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al Musnad; kitab
awwalu musnad al basriyyin. Riyadh: Maktabah al Turats al Islami. 1994,
jil.IV.
[14] QS.
Al Nisa' ayat 29
[15] Bunyi
ayat tersebut adalah وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ
فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
[16] Lihat Ibnu Katsir, Op.Cit, tafsiran ayat tersebut
[17] Lihat Muhammad bin Ali bin Muhammad al Syaukani, Fathul Qadir
al Jami' baina Fanni al Riwayah wa al Dirayah min Ilmi al Tafsir (Beirut;
al Maktabah al 'Ashriyah,tt), jil. I, hal 242, dan lihat juga Abu
Daud, sunan Abi Daud; Bab al Du'a(Indonesia; Maktabah Dahlan, tt), jil.
II, hal. 76.
[18] QS. Al Anfal : 60
[19]وحديث رواه مسلم وأبو داود عن عقبة بن عامر قال : «سمعت النبيّ صلى
اللّه عليه وسلم وهو على المنبر يقول وأعدّوا لهم ما استطعتم من قوة ألا إنّ
القوّة الرمي ، ألا إن القوّة الرمي ، ألا إنّ القوّة الرمي»
[20] QS.
Al Maidah : 38
[21]
Lihat penjelasan lebih luas mengenai alasan Yahudi dianggap sebgai orang yang
dimurkai pada
M. Quraish Shihab
[22] Lihat Muhammad Husain al Dzahabi, Op.Cit, hal. 57.
[23]Pembahasan ini sangat terkait dengan persoalan nasikh mansukh.
Lihat Manna' al Qatthan, Mabahits fi Ulum al Qur'an (Riyadh;tt), dan
Penjelasan Ini telah dijelaskan oleh penulis pada makalah Ulumul Qur’an
semester satu.
[24] HR.
Turmudzi, kitab al washaya an Rasulillah; babma ja'a la wasiyah li
warits.HR. al Nasa'I, kitab al washayah; bab ibthal washiyah li
warits. HR. Abu Daud, kitab al Washayah; bab ma ja'a fi washiyah li
warits, HR. ibnu Majah, kitab al washayah; bab la washiyah li
warits. Imam Turmudzi mengkategorikan hadis tersebut sebagai hadis hasan
sahih karena memang semua perawinya mampu dipertanggungjawabkan.
syukron wa Jazakallahu khair ....
BalasHapus