Tafsit tahlili
Al qur’an surat al fatihah 1-7*
Oleh;
nehrun
1. Teks
ayat:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ (١)الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢)الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
(٣)مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤)إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
(٥)اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦)صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (٧)
1. Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji
bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3. Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang.
4. Yang
menguasai di hari Pembalasan.
5. Hanya
Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan.
6. Tunjukilah
Kami jalan yang lurus,
7. (yaitu)
jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
2. Arti Kata
Kata (Mufrodat Al Ayat )
·
{ الحمد } الثناء بالجميل على جهة التعظيم
·
{ اللَّهِ } اسم علم للذات المقدسة لا يشاركه فيه غيره ،
·
{ رَبِّ } الربّ : مشتق من التربية وهي إصلاح شئون الغير ورعاية
أمره
·
{ العالمين } العالم : اسم جنس لا واحد له من لفظه كالرهط ، وهو
يشمل : الإنس والجن والملائكة والشياطين.
·
{ الدين } الجزاء ومنه الحديث ( كما تدين تُدان ) أي كما تفعل
تُجزى
·
{ نَعْبُدُ } قال الزمخشري
: العبادة أقصى غاية الخضوع والتذلل ولذلك لم تستعمل إلا في الخضوع لله تعالى لأنه
مولي أعظم النعم فكان حقيقاً بأقصى الخضوع
·
{ الصراط } الطريق
·
{ المستقيم } الذي لا عوج
فيه ولا انحراف
·
{ آمين } أي استجب دعاءنا وهي ليست من القرآن الكريم إجماعاً .
3. Sebab
Turun (Sabab An Nuzul)
Dalam hal ini, penulis tidak mendapatkan
hadits shohih yang berhubungan dengan sebab turunnya surat al fatihah, akan
tetapi ada beberap hadits yang disebutkan oleh syaikh Al waahidi an naisaburi dalam
kitabnya Asbaabu An nuzuul.[1] Diantaranya Sebagaimana diriwatkan oleh
Ali bin Abi Tholib mantu Rosulullah Muhammad saw: “Surat al-Fatihah turun di
Mekah dari perbendaharaan di bawah ‘arsy’”[2]
Begitu juga dalam Riwayat lain
menyatakan, Amr bin Shalih bertutur kepada kami:“Ayahku bertutur kepadaku,
dari al-Kalbi, dari Abu Salih, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Nabi berdiri di
Mekah, lalu beliau membaca, Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Kemudian orang-orang
Quraisy mengatakan, “Semoga Allah menghancurkan mulutmu (atau kalimat senada).”[3]
Waktu
Turunnya Surat al-Fatihah Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, bahwa
surat al-Fatihah diturunkan di Mekah sebelum hijrah. Inilah yang dipegang oleh
Ibnu ‘Abbas, Qatadah, dan Abul ‘Aliyah. Sebagian ulama lain, semacam Abu
Hurairah, Mujahid, Atho’ bin Yasar, dan az-Zuhri, berpendapat bahwa al-Fatihah
turun di Madinah. Ada pula yang berpendapat bahwa ia turun dua kali, sekali di
Mekah dan sekali di Madinah. Namun, pendapat yang tepat adalah surat ini
diturunkan di Mekah. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sungguh
telah Kami berikan kepadamu tujuh ayat yang diulang-ulang.” (QS. Al-Hijr: 87).
Karena surat al-Hijr ini turun di Mekah dengan kesepakatan para ulama. [4]
4. Keutamaan
Surat Al Fatihah
Surah
al-Faatihah mempunyai beberapa keutamaan. Di antara keutamaannya adalah sebagai
berikut.
a)
Surah yang Paling Agung di Dalam
Al-Qur'an.
Dari Abu
Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Maukah aku ajarkan kepadamu surat yang
paling agung di dalam al-Qur’an, sebelum kamu keluar masjid?”. Lalu beliau
menggandeng tanganku, ketika kami hendak keluar aku berkata, “Wahai Rasulullah!
Tadi anda berkata: Aku akan mengajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam
al-Qur’an?”. Beliau pun bersabda, “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (surat
al-Fatihah), itulah tujuh ayat yang diulang-ulang (as-Sab’u al-Matsani) dan
bacaan yang agung (al-Qur’an al-’Azhim) yang diberikan kepadaku.” [5]
b)
Surah yang Paling Utama di Dalam
Al-Qur'an
An-Nasa'i
dalam as-Sunan al-Kubra, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Baihaqi
meriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata, "Pada suatu hari Rasulullah
dalam perjalanan. Kemudian beliau berhenti dan turun dari tunggangan beliau.
Lalu seseorang turun dari tunggangannya juga untuk mendampingi beliau. Kemudian
beliau bersabda, “Maukah engkau saya beritahu surah apa yang paling utama di
dalam Al-Qur'an?' Lalu beliau membaca, "Segala puji bagi Allah, Tuhan
seluruh alam." [6]
c)
Rukun Sholat
Dari ‘Ubadah
bin ash-Shamit radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak sah sholat orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surat
al-Fatihah).” [7]
d) Bacaan Untuk
Meruqyah
Dari Abu
Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika
sekelompok Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam
perjalanan. Kemudian mereka melewati sebuah kabilah arab. Mereka meminta
disambut seperti layaknya tamu, tetapi permintaan itu ditolak oleh kabilah
tersebut. Namun, setelah itu mereka bertanya, “Apakah diantara kalian ada yang
pandai meruqyah? Karena pemimpin kabilah terkena sengatan binatang berbisa atau
tertimpa musibah.” Salah seorang lelaki diantara rombongan pun berkata, “Iya.”
Dia pun mendatanginya dan meruqyahnya dengan Fatihatul Kitab hingga sembuh.
Setelah itu diberikanlah sejumlah kambing sebagai upah atasnya, tetapi orang
itu enggan menerimanya. Dia mengatakan, “Tidak, sampai aku ceritakan hal ini
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu dia pun menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan hal itu kepada beliau. Dia
berkata, “Wahai Rasulullah! Demi Allah, aku tidak meruqyah kecuali dengan
Fatihatul Kitab (surat al-Fatihah) saja.” Beliau pun tersenyum seraya bersabda,
“Darimana kamu tahu bahwa ia adalah ruqyah?”. Kemudian beliau memerintahkan,
“Ambillah pemberian mereka, dan sisihkan juga jatahku bersama kalian.” [8]
e) Induk
Ayat-Ayat al-Qur’an
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ummul Qur’an itu adalah tujuh ayat yang sering diulang-ulang (as-Sab’u
al-Matsani) dan al-Qur’an al-’Azhim (bacaan yang agung”. [9]
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah
berkata, “Ia juga disebut dengan Ummul Qur’an/Induk al-Qur’an; sebab induk dari
sesuatu itu adalah pokok/sumber yang menjadi tempat kembali/rujukan sesuatu
tersebut. Makna-makna ayat al-Qur’an semuanya kembali kepada apa yang terkandung
di dalam surat ini.” (lihat Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 6 cet.
Dar al-Imam Ahmad, lihat juga Fath al-Bari [8/181] cet. Dar al-Hadits).
Surah
al-Faatihah disamping mengandung keutamaan yang banyak, juga mempunyai nama
nama lain. Di antara nama lain dari surah al-Faatihah adalah sebagai berikut.
Ø al-Fatihah
(pembuka); maksudnya adalah pembuka al-Kitab
Ø Ummul Qur’an
(induk al-Qur’an)
Ø al-Hamdu
(pujian)
Ø ash-Sholah
(pilar dalam sholat)
Ø ar-Ruqyah
(bacaan untuk mengobati)
Ø Asas
al-Qur’an
Ø al-Waqiyah
(penjaga)
Ø al-Kafiyah
(yang mencukupi) [11]
5. Munasabatul
Al Ayat
Para ahli
tafsir sebagaimana yang dikemukan oleh Imam suyuthi melihat adanya keterkaitan
antara nama-nama surah dengan isi atau uraian yang dimuat dalam suatu surah.
Kaitan antara nama surah dengan isi surat al fatihah dapat kita indentifikasikan
bahwa Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surah. Nama surah al-fatihah
disebut dengan umm al-kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah
karena kedudukannya dan menempati pada awal surat dalam al qur’an.
Jika kita cermati lebih dalam,
terdapat Hubungan yang erat antar surat al-Baqarah dengan surat al-Fatihah.
Pada awal surat al-Baqarah tertulis “kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan di
dalamnya. Pada surat al-Fatihah tercantum kalimat “tunjukilah kami jalan yang
lurus,”ini berarti bahwa ketika mereka meminta “tunjukilah kami jalan yang
lurus,” maka Allah menjawab: jalan lurus yang kalian minta ini adalah al-Qur’an
yang tidak ada keraguan di dalamnya”.
6. Gramatika
(Wujuh Al I’rob)[12]
·
{ بِسمِ الله الرحمن الرَّحِيمِ } الجار والمجرور في { بِسمِ الله
} اختلف فيه النحويون على وجهين :
أ - مذهب البصريين : أنه في موضع رفع ، لأنه خبر
مبتدأ محذوف ، وتقديره : ابتدائي بسم الله .
ب - مذهب الكوفيين : أنه في موضع نصب بفعل مقدّر
وتقديره : ابتدأتُ بسم الله .
·
{ الحمد
للَّهِ رَبِّ العالمين } الحمدُ مبتدأ ولفظ الجلالة خبره تقديره : الحمد مستحق لله
،
·
{ رَبِّ العالمين } صفة ، ومثله { الرحمن الرحيم } و { مالك يَوْمِ
الدين } كلها صفات لاسم الجلالة .
·
{ إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ }
إِيَّاكَ ; أنه ضمير منفصل منصوب بالفعل بعده وأصله ( نعبدك ) و ( نستعينك )
فلما قُدّم الضمير المتصل أصبح ضميراً منفصلاً ، والكاف للخطاب.
·
{ اهدنا } فعل دعاء وهو يتعدى إلى مفعولين المفعول الأول هو ضمير
الجماعة ( ن ) في إهدنا ، و { الصراط } هو المفعول الثاني
·
{ المستقيم } صفة للصراط ، و { صِرَاطَ } بدل من الصراط الأول .
7.
Arti Secara
Global (Al Ma’na Al Ijmaly) Dan Penjelasan Ayat
Dalam surat
al fatihah ini Allah mengajarkan dan sekaligus memerintahkan kepada hambanya
untuk memuji, memuliakan dan mengagungkan Allah subhanahu wa Ta’al. melalui
penyebutan Asma’ul husna milikNya yang sarat akan kandungan sifat sifat yang
maha sempurna. Dengan demikianlah seorang hamba menyampaikan rasa syukurnya
kepada pencipta alam semesta beserta isinya.
Dalam surat
al fatihah juga mencakup penyebutan tempat kembalinya manusia, yaitu hari
pembalasan. dan hanya Allahlah yang berkuasa pada hari pembalasan ini. (iman
kepada Hari kiamat).
Selain itu,
juga berisi bimbingan bagi para hamba agar mereka tidak menyembah dan beribadah
melainkan hanya kepada Allah semata. Begitu pula dalam hal memohon perlindungan
dan pertolongan. Setelah hamba beribadah kepada Allah, ayat selanjutnya berisi
bimbingan agar hamba selalu memohon hidayah dan petunjuk kepada jalanNya yang
lurus. Yaitu islam dan sunnah rosulullah. Serta tidak mengikuti jalan orang
orang yang sesat dan dimurkai oleh Allah Ta’ala.
Penjelasan Kandungan ayat
v Makna bacaan
Basmalah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيمِ
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Maknanya;
“Aku memulai bacaanku ini seraya meminta barokah dengan menyebut seluruh nama
Allah.” Meminta barokah kepada Allah artinya meminta tambahan dan peningkatan
amal kebaikan dan pahalanya. Barokah adalah milik Allah. Allah memberikannya
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Jadi barokah bukanlah milik manusia,
yang bisa mereka berikan kepada siapa saja yang mereka kehendaki. [13]
Allah adalah
satu-satunya sesembahan yang berhak diibadahi dengan disertai rasa cinta, takut
dan harap. Segala bentuk ibadah hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Ar-Rahman dan
Ar-Rahiim adalah dua nama Allah di antara sekian banyak Asma’ul Husna yang dimiliki-Nya.
Maknanya adalah Allah memiliki kasih sayang yang begitu luas dan agung. Rahmat
Allah meliputi segala sesuatu. Akan tetapi Allah hanya melimpahkan rahmat-Nya
yang sempurna kepada hamba-hamba yang bertakwa dan mengikuti ajaran para Nabi
dan Rasul. Mereka inilah orang-orang yang akan mendapatkan rahmat yang mutlak
yaitu rahmat yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan abadi. Adapun
orang yang tidak bertakwa dan tidak mengikuti ajaran Nabi maka dia akan
terhalangi mendapatkan rahmat yang sempurna ini. [14]
v Makna Ayat
kedua
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِ
Artinya:
“Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.”
Makna Alhamdu adalah pujian kepada Allah
karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dan juga karena perbuatan-perbuatanNya
yang tidak pernah lepas dari sifat memberikan karunia atau menegakkan keadilan.
Perbuatan Allah senantiasa mengandung hikmah yang sempurna. Pujian yang
diberikan oleh seorang hamba akan semakin bertambah sempurna apabila diiringi
dengan rasa cinta dan ketundukkan dalam dirinya kepada Allah. Karena pujian
semata yang tidak disertai dengan rasa cinta dan ketundukkan bukanlah pujian
yang sempurna.
Makna dari kata Rabb adalah Murabbi (yang
mentarbiyah; pembimbing dan pemelihara).[15]
Allahlah Zat yang memelihara seluruh alam dengan berbagai macam bentuk
tarbiyah. Allahlah yang menciptakan mereka, memberikan rezeki kepada mereka,
memberikan nikmat kepada mereka, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah bentuk
tarbiyah umum yang meliputi seluruh makhluk, yang baik maupun yang jahat. Adapun
tarbiyah yang khusus hanya diberikan Allah kepada para Nabi dan
pengikut-pengikut mereka. Di samping tarbiyah yang umum itu Allah juga
memberikan kepada mereka tarbiyah yang khusus yaitu dengan membimbing keimanan
mereka dan menyempurnakannya. Selain itu, Allah juga menolong mereka dengan
menyingkirkan segala macam penghalang dan rintangan yang akan menjauhkan mereka
dari kebaikan dan kebahagiaan mereka yang abadi. Allah memberikan kepada mereka
berbagai kemudahan dan menjaga mereka dari hal-hal yang dibenci oleh syariat.
Dari sini
kita mengetahui betapa besar kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul ‘alamiin
karena hanya Dialah yang menguasai itu semua. Allah satu-satunya pengatur,
pemberi hidayah dan Allah lah Yang Maha kaya. Oleh sebab itu semua makhluk yang
ada di langit dan di bumi ini meminta kepada-Nya. Mereka semua meminta
kepada-Nya, baik dengan ucapan lisannya maupun dengan ekspresi dirinya.
Kepada-Nya lah mereka mengadu dan meminta tolong di saat-saat genting yang
mereka alami. [16]
v Makna Ayat
ketiga
الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ
Artinya:
“Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Ar-Rahman
dan Ar-Rahiim adalah nama Allah. Sebagaimana diyakini bahwa Allah memiliki
nama-nama yang terindah. Allah ta’ala berfirman, “Milik Allah nama-nama yang
terindah, maka berdo’alah kepada Allah dengan menyebutnya.” (QS. Al A’raaf:
180)
Setiap nama Allah mengandung sifat. Oleh
sebab itu beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari keimanan kepada Allah. Di dalam ayat ini Allah menamai
diri-Nya dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahiim. Di dalamnya terkandung sifat Rahmah
(kasih sayang). Akan tetapi kasih sayang Allah tidak serupa persis dengan kasih
sayang makhluk.
v Makna Ayat
keempat
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Artinya:
“Yang Menguasai pada hari pembalasan.”
Maalik
adalah zat yang memiliki kekuasaan atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk
memerintah dan melarang orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga
yang berhak untuk mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka.
Dialah yang berkuasa untuk mengatur segala sesuatu yang berada di bawah
kekuasaannya menurut kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh dibaca
Maalik (dengan memanjangkan mim) atau Malik (dengan memendekkan mim). Maalik
maknanya penguasa atau pemilik. Sedangkan Malik maknanya raja.
Yaumid diin adalah hari kiamat. Disebut
sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat manusia akan menerima
balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. Pada hari
itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah terhadap
seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat
adil dan hikmah yang dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa
yang dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya. Hanya
tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya setara, baik rakyat
maupun rajanya, budak maupun orang merdeka. Mereka semua tunduk di bawah
kemuliaan dan kebesaran-Nya. Mereka semua menantikan pembalasan yang akan
diberikan oleh-Nya. Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan dari-Nya. Dan
mereka sungguh sangat khawatir terhadap siksa dan hukuman yang akan dijatuhkan
oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini hari pembalasan itu disebutkan
secara khusus. Allah adalah penguasa hari pembalasan. Meskipun sebenarnya Allah
jugalah penguasa atas seluruh hari yang ada. Allah tidak hanya berkuasa atas
hari kiamat atau hari pembalasan saja. [17]
v Makna Ayat
Kelima
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ
Artinya:
“Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta
pertolongan.”
Maknanya:
“Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah (permintaan tolong) kepada-Mu.” Di
dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya
adalah na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek
kalimat yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan
pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh
menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami
menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu
dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu.[18]
Ibadah
adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa
perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada yang tampak dan ada juga yang
tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah
terhadap sesuatu bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah
memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan
sebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta
dan tidak ridha kepadanya. Dengan demikian ibadah itu luas cakupannya. Di
antara bentuk ibadah adalah do’a, berkurban, bersedekah, meminta pertolongan
atau perlindungan, dan lain sebagainya. Dari pengertian ini maka isti’anah atau
meminta pertolongan juga termasuk cakupan dari istilah ibadah. Lalu apakah
alasan atau hikmah di balik penyebutan kata isti’anah sesudah disebutkannya
kata ibadah di dalam ayat ini?
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahulah
berkata, “Didahulukannya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode
penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga
dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”
Beliau pun berkata, “Mewujudkan ibadah dan
isti’anah kepada Allah dengan benar itu merupakan sarana yang akan mengantarkan
menuju kebahagiaan yang abadi. Dia adalah sarana menuju keselamatan dari segala
bentuk kejelekan. Sehingga tidak ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan
perantara kedua hal ini. Dan ibadah hanya dianggap benar apabila bersumber dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditujukan hanya untuk mengharapkan
wajah Allah (ikhlas). Dengan dua perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah.
Sedangkan penyebutan kata isti’anah setelah kata ibadah padahal isti’anah itu
juga bagian dari ibadah maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan
pertolongan dari Allah ta’ala di dalam melaksanakan seluruh ibadahnya.
Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk
melakukan perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang
itu tentu tidak akan bisa tercapai.” [19]
v Makna Ayat
Keenam
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ
المُستَقِيمَ
Artinya:
“Tunjukilah Kami jalan yang lurus.”
Maknanya:
“Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti
shirathal mustaqiim yaitu jalan yang lurus.” Jalan lurus itu adalah jalan yang
terang dan jelas serta mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai
kepada Allah dan berhasil menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus (shirathal
mustaqiim) adalah memahami kebenaran dan mengamalkannya. Oleh karena itu ya
Allah, tunjukilah kami menuju jalan tersebut dan ketika kami berjalan di
atasnya. Yang dimaksud dengan hidayah menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya
bisa memeluk erat-erat agama Islam dan meninggalkan seluruh agama yang lainnya.
Adapun hidayah di atas jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami dan
mengamalkan rincian-rincian ajaran Islam. Dengan begitu do’a ini merupakan
salah satu do’a yang paling lengkap dan merangkum berbagai macam kebaikan dan
manfaat bagi diri seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap insan wajib
memanjatkan do’a ini di dalam setiap rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena memang hamba
begitu membutuhkan do’a ini. [20]
v Makna Ayat
Ketujuh
غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ
Artinya:
“Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas mereka. Bukan
jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang
tersesat.”
Siapakah
orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah? Di dalam ayat yang lain disebutkan
bahwa mereka ini adalah para Nabi, orang-orang yang shiddiq/jujur dan benar,
para pejuang Islam yang mati syahid dan orang-orang salih.[21]
Termasuk di dalam cakupan ungkapan ‘orang yang diberi nikmat’ ialah setiap
orang yang diberi anugerah keimanan kepada Allah ta’ala, mengenal-Nya dengan
baik, mengetahui apa saja yang dicintai-Nya, mengerti apa saja yang
dimurkai-Nya, selain itu dia juga mendapatkan taufik untuk melakukan hal-hal
yang dicintai tersebut dan meninggalkan hal-hal yang membuat Allah murka. Jalan
inilah yang akan mengantarkan hamba menggapai keridhaan Allah ta’ala. Inilah
jalan Islam. Islam yang ditegakkan di atas landasan iman, ilmu, amal dan
disertai dengan menjauhi perbuatan-perbuatan syirik dan kemaksiatan. Sehingga dengan ayat ini kita kembali tersadar
bahwa Islam yang kita peluk selama ini merupakan anugerah nikmat dari Allah
ta’ala. Dan untuk bisa menjalani Islam dengan baik maka kita pun sangat
membutuhkan sosok teladan yang bisa dijadikan panutan. [22]
Kemudian Orang yang
dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau
mengamalkannya. Contohnya adalah kaum Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang
yang tersesat adalah orang yang tidak mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan
dan kesesatan mereka. Contohnya adalah orang-orang Nasrani dan semacamnya.
Sehingga di dalam ayat ini tersimpan motivasi dan dorongan kepada kita supaya
menempuh jalan kaum yang shalih. Ayat ini juga memperingatkan kepada kita untuk
menjauhi jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang. [23]
v
Apakah
basmalah termasuk bagian dari surat al fatihah ?
Al-Qurtubi
menyebutkan bahwa jumlah ayat dalam surat Al-Fatihah sebanyak tujuh ayat, tidak
ada perselisihan tentang hal ini, hanya saja para ulama mufassir berpendapat
tentang penetapan ayat pertama dengan ayat ketujuh. Para ulama sepakat bahwa
“Basmalah” yang tertulis dalam surat an-naml ayat 30 adalah sebagian ayat
firman Allah SWT.
Adapun
perbedaan pendapat tentang kedudukan “Basmalah” dalam surat Al-Fatihah
dikemukkan para Ahli madzhab sebagai berikut :
1. Madzhab Syafi’i
Menurut madzhab syafi’i Basmalah itu termasuk
salah satu ayat dari surat Fatihah dimana dalil yang di kemukakan oleh madzhab
ini, adalah :
a)
Hadist Abu hurairah R.A.
إِذَا قَرَأْتُمِ: الْحَمْدُ لله
فَاقْرَءُوا: بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، إِنَّهَا
أُمُّ الْقُرْآنِ، وَأُمُّ الْكِتَابِ، وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي، وَبِسْمِ الله الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ إِحْدَاهَا
“Jika kalian
membaca: (الحمد
لله) (yaitu surat Al-Fatihah), maka
bacalah: (بسم الله
الرحمن الرحيم). Dia adalah ummul
qur’an, ummul kitab dan sab’ul matsaniy. Sedangkan (بسم الله الرحمن الرحيم) adalah salah satu ayatnya.” (HR.
Ad-Daruqutni)
b) Hadist Ibnu
Abbas; “Susunggguhnya Rosulullah SAW. Memebuka shalatnya dengan
bismillahirahmanirsahim. (HR. Tarbani).
c) Hadist Anas
R.A ; Anas ditanya tentang bacaan Rosulullah SAW. maka anas menjawab : “bacaan
Nabi SAW. Itu panjang. Kemudian beliau membaca Bismillahirahmanirahim,
Alhamdulillahirabil a’alamin, Arahmanirahim, maliki yaumiddin” (HR. Bukhari).
d) Penulisan
Basmalah pada awal surat Al-Fatihah dalam mushaf menunjukan bahwa “Basmalah” itu merupakan
salah satu ayat surat Al-Fatihah.
2. Madzhab Maliki
Menurut mazhab maliki Basmalah itu tidak
termasuk atau bukan salah satu ayat dalam surat AlFatihah dan bukan pula
merupakan awal ayat dari tiapa-tiapa surat dalam Al Qur’an kecuali Basmalah
dalan surat An-Naml:30. Berpendapat ini berdasarkan dalil-dalil sebagai
berikut.
a) Siti Aisyah
berkata , Rosulullah SAW, mengawali shalatnya dengan takbir dan baccaan
Alhamdulillah hirobilalamin. (HR. Bukhori dan muslim)
b) Hadits anas R.A:
عَنْ أَنَسٍ كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الْقِرَاءَةَ بالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“
Rosulullah SAW, mengawali shalat di belakangnya, abu bakar, Umar, Ustman,
mereka membaca Alhamdulillahirobilalamin”.
3. Madzhab abu Hanifah
3. Madzhab abu Hanifah
Menurut
mazhab abu hanifah Basmalah salah satu ayat dalam Al Qur’an diturunkan untuk
pembatas (sebagai pemisah)antara satu surat dengan surat yang lainya. Basmalah
Bukalah salah satu ayat dari Al-Fatihah. Mazhab ini berdasarkan pada dalil
sebagai berikut.
a) Penulisan
dalam mushaf menunjukan bahwa Basmalah merupakan bagian dari ayat-ayat dalam
Al-Qur’an, tetapi bukan bagian ayat pada setiap surat. Disamping itu
hadist-hadist yang membolehkan jahr (nyaring) dalam waktu shalat yang
menunjukan bahawa Basmalah itu tidak termasuk surat dalam surat Al-Fatihah
b)
Hadits yang berbunyi;
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يعرف فصل السورة حتى تنزل عليه بسم اللّه الرحمن الرحيم
“Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
tidaklah mengetahui batasan/pembagian surat , sampai turunlah kepadanya:
Bismillahirrahmanirrahim.” [24]
c) Dan
dikuatkan pula oleh sebagian riwayat bahwa para sahabat berkata; Kami tidak
mengetahui batas akhir surat sampai turun Bismillahirohmanirahim” (dikeluarkan
oleh abu daud)
8. Pelajaran
Yang Dikandung (Al Mustafad Min Al Ayat)
Dalam surat
al-Fatihah ini terdapat pelajaran yang sangat agung yaitu uraian tentang:
a)
Tauhid, yang dikandung oleh
ayat-ayatnya yang kedua dan ketiga: Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamin.
Arrahmaanirrahim.
b)
Kepastian hari kiamat, yang
dikandung oleh ayatnya yang keempat: Maliki Yaumiddin.
c)
Ibadah yang seharusnya hanya
tertuju kepada Allah dikandung oleh ayat: Iyyaka Na’budu.
d)
Pengakuan tentang kelemahan
manusia dan keharusan meminta pertolongan hanya kepada-Nya dalam ayat : Wa
Iyaka Nasta’iin, dan Ihdinashiraathal mustaqiim.
e)
Keanekaragaman manusia dalam
menghadapi perintah Ilahi : Ada yang menerima, ada yang menolak setelah
mengetahui, dan ada juga yang sesat jalan, yaitu yang dikandung dalam ayat
terakhir surat Al-Fatihah.
Kelima hal pokok di atas, tauhid, kepastian
hari kiamat, dan keikhlasan beribadah adalah dasar-dasar pokok ajaran
al-Qur’an. Sedang uraian yang terdapat dalam surah-surah lain tentang alam,
manusia, dan sejarah merupakan cara-cara yang ditempuh oleh Al-Qur’an untuk
mengantar manusia meraih, menghayati, mengamalkan persoalan-persoalan pokok
itu.
9. Latho’if
Al Ayat
1.
Allah memulai firmanNya dengan basmalah,
ini memberikan isyarat kepada kita bahwa ketika membaca al qur’an hendaknya
dimulai dengan basmalah, begitu pula dalam seluruh aktifitas dan perbuatan
kita. Karena dengannya kita meraih pahala dan keberkahan.[25]
2.
Dalam kata “al-hamdu” dengan
menggunakan alif lam ( li al istigrok al jins ) mengandung makna yang
dalam bahwa tidak ada yang berhak mendapatkan pujian dan sanjungan yang hakiki
melainkan Allah Ta’ala. Dan juga mengisyaratkan bahwa pujian itu selalu melekat
bagi Allah selamanya.[26]
3.
Dalam ayat الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ
terkumpul dua nama yang masing masing mempunyai makna, makna ar rahman
menunjukan atas sifat yang senantiasa
melekat pada Allah. Sedang makna ar rahiim menunjukan keterkaitan Allah dengan
obyek/ al marhuum, yaitu Allah menyayangi hambaNya dengan rahmatNya.
4.
Dalam ayat إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ objek
kalimat yaitu Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya dalam kaidah nahwu adalah
na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat
yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya
ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada
selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami
tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta
tolong kepada selain-Mu.[27]
Daftar
pustaka
·
Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash
shobuni.
· Aisiiru at tafasir li kalam al-aliyi al-kabir oleh jabir bin musa bin
abdil qodir bin abi bakar al-jazairi, (MAKTABAH SYAMILAH)
· Syarhu
Ma’aani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh hafizhahulla.(MAKTABAH
SYAMILAH)
·
Asbaabu An-nuzuul, oleh syaikh abi hasan ali
bin ahmad al-awahidi an-naisaburi, al maktabah at taufiqiyah; 2003
·
Tafsir al-Qur’an al-’Azhim oleh Ibnu Katsir cet. Dar
Thaibah.
· Taisir
Lathifil Mannaan Fi khulasoti tafsir al qur’an oleh
Muhammad bin nashir as sa’di. (MAKTABAH SYAMILAH)
[1] Asbaabu An-nuzuul, oleh syaikh abi hasan ali bin ahmad al-awahidi an-naisaburi, al maktabah at taufiqiyah; 2003
[2]
Sanadnya Dho’if (karena ada yang terputus)
[3]
Sanadnya Dho’if jidda
[6] HR
an-Nasa'i dalam as-Sunan al-Kubra, dalam Kitabu Fadhaa'ilil Qur'an,
No. 8011, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dalam Kitabur Raqaaq, No. 774,
al-Hakim dalam al-Mustadrak, dalam Kitabu Fadhaa'ilil Qur'an dan
al-Baihaqi dalam as-Sunanush Shaghiir.
[7]
(HR. Bukhari dalam Kitab al-Adzan [756] dan Muslim
dalam Kitab
ash-Sholah [394]). Dalam riwayat Muslim juga diriwayatkan dengan
lafal, “Tidak
sah sholat orang yang tidak membaca Ummul Qur’an.”
[8] (HR.
Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5007] dan
Muslim dalam Kitab as-Salam [2201])
[9] HR.
Bukhari dalam Kitab Tafsir al-Qur’an [4704])
(lihat juga Tafsir al-Imam asy-Syafi’i
[1/188-189,192] cet. Dar at-Tadmuriyah, Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/382]
cet. al-Maktabah at-Taufiqiyah)
[10]
Penamaan ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan at-Tirmidzi -dan dia
menshahihkannya- dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, "Alhamdulillah
adalah Ummul Qur'an, Ummul Kitab, dan as-Sab'ul Matsaani."
[12] Lihat Tafsir Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul
Ahkam oleh Muhammad Ali Ash shobuni
[15]
Lihat Tafsir Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash
shobuni
[18]
Lihat Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash shobuni
[21]
Lihat Al qur’an surat An Nissa’ ayat; 69
[24]
(HR.Abu Daud No. 788, Al Baihaqi dalam As Sunannya No. 2206. Imam Ibnu Katsir
mangatakan sanadnya shahih. Lihat Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/116. Dar
Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’. Syaikh Al Albani juga menyatakan shahih dalam
Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 788)
[25] Rasulullah bersabda; كُلُّ كَلَامٍ
أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَرُ - أَوْ قَالَ
: أَقْطَعُ
“Setiap hal yang memiliki
nilai, tetapi tidak diawali dengan basmalah maka akan terputus berkahnya”
[26]
Lihat Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash shobuni
[27] Lihat
Rowa’I Al Bayaan Tafsir Ayatul Ahkam oleh Muhammad Ali Ash shobuni
TERBAIK ARTIKEL BAGUS
BalasHapusizin repost gan
BalasHapusthx, mantap
BalasHapus