“Barangsiapa menyeru kepada hidayah (petunjuk) maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa yang mengerjakannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”

Minggu, 11 November 2012

Al Qur'an Berbicara Tentang Harta

Konsep Harta Dalam Al-Qur'an
Oleh; Nehrun bafadhole

Pendahuluan
Al-Qur'an merupakan  wahyu Allah Ta'ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang seluruh isinya adalah sumber kebenaran. Di dalamnya terkandung berbagai penjelasan yang berkenaan dengan seluruh segi kehidupan manusia. Dari masalah-masalah peribadahan (Ubudiyah) hingga masalah muamalah antara seorang hamba dengan hamba lainya.
Dalam masalah muamalah, Al-Qur'an memberikan Qawa'id Al-'Ammah (kaidah-kaidah umum) agar manusia dapat mengembangkan berbagai transaksi yang terjadi di antara mereka. Di antara pokok pembahasan bidang muamalah yang sangat urgen adalah mengenai harta. Harta menjadi masalah sentral dalam kehidupan manusia.
Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di dalam Islam.
Setiap manusia memerlukan adanya harta, ia adalah penopang bagi kehidupan di dunia. Selain itu ia juga menjadi penolong sekaligus beban bagi para pemiliknya di akhirat kelak. Tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan harta. Bahkan seseorang rela pergi pagi pulang petang hanya untuk mendapatkan harta. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan nyawa melayang hanya karena memperebutkan harta. Harta adalah cobaan (fitnah) bagi manusia (QS Ath-Taghaabun : 15), dengan harta seseorang bisa masuk surga dan dengan harta pula seseorang dapat terjerumus ke dalam neraka.
Lantas, bagaimana eksistensi harta menurut perspektif Al-Qur'an ? Makalah ini berusaha untuk merangkum pandangan Al-Qur'an terhadap harta (kajian Tafsir Tematik). Ternyata eksistensi harta dalam perspektif Al-Qur'an tidak sekadar alat pemuas kebutuhan hidup, lebih dari itu ia adalah wasilah yang telah Allah ta'ala ciptakan yang bisa menjadi nikmat atau laknat bagi para hambaNya.


Pengertian harta
 Harta dalam bahasa Arab disebut المال   (al-mal), bentuk plural atau jama'nya adalah  الأموال  (al-amwal) menurut etimologi kata al-mal berarti condong, miring dan juga berpaling.[1] Hal ini seperti disebutkan dalam Al-Qur'an Surat An-Nisaa ayat 27 dan Ayat 129.
            Sedangkan harta menurut terminology yaitu: 
"Segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan dapat dimanfaatkan”.[2] Definisi ini dikemukakan oleh ulama Hanafiyah, dalam definisi ini tersirat bahwa manfaat tidak termasuk harta, karena manfaat termasuk milik. Adapun definisi selanjutnya diberikan oleh Jumhur Ulama:
كل ما له قيمة يلزم متلفها بضمانه
Segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dapat dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya”.[3]
المال هو كل عين ذات قيمة مادية بين الناس 
“Harta adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai materi di kalangan masyarakat”.
Lalu, bagaimana sebenarnya eksistensi harta menurut perspektif Al-Qur'an ? apakah manusia bebas melakukan apa saja dengan harta yang dimilikinya ? bagaimana aturan-aturan Al-Qur'an mengenai hal ini ?. Makalah ini menggunakan kerangka tafsir maudhu'i, diharapkan dengan metode ini permasalah harta dalam perspektif Al-Qur'an menjadi jelas.
I. Harta sebagai Fitnah (ujian) bagi manusia : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 155
 ولنبلونكم بشيء من الخوف والجوع ونقص من الأموال والأنفس والثمرات وبشر الصابرين
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. QS Al-Baqarah ayat 155.
Ayat ini menyebutkan mengenai harta sebagai salah satu ujian bagi manusia, Allah ta'ala memberikan karuniaNya berupa harta, tidak hanya sebagai anugerah namun juga sebagai bala' (ujian), untuk mengetahui apakah hambaNya termasuk orang-orang yang bersyukur atau termasuk orang yang kufur.
Kalimat ولنبلونكم بشيء  memberikan informasi kepada kita bahwa Allah ta'ala akan memberikan bala kepada manusia. Makna bala dalam konteks ini adalah cobaan, ujian dan hal-hal yang tidak disukai oleh manusia, baik itu berupa rasa takut, khawatir, kelaparan dan kekurangan harta benda. Semua itu adalah bagian dari bala yang Allah ta'ala berikan bagi setiap manusia agar mereka semakin yakin bahwa Dia maha kuasa atas mereka.  
Dalam ayat yang lain dikatakan bahwa Allah ta'ala benar-benar menjadikan harta sebagai ujian :
إنما أموالكم وأولادكم فتنة والله عنده أجر عظيم
“Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian) di sisi Allah-lah pahala yang besar”. QS Ath-Taghaabun : 15.  Penekanan dari cobaan berupa anak dan harta ditegaskan kembali dalam firmanNya surat Al-Anfal ayat 28.
Fitnah harta sering kali tidak dapat dirasakan oleh para pemiliknya, maka pengulangan ayat yang senada tersebut merupakan peringatan bagi orang-orang yang dianugerahi harta olehNya.    
Dalam ayat yang lainnya disebutkan :  
لتبلون في أموالكم وأنفسكم ولتسمعن من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم ومن الذين أشركوا أذى كثيرا وإن تصبروا وتتقوا فإن ذلك من عزم الأمور..,
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta dan diri kalian. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kalian bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. QS Ali Imran ayat 186.
Ayat ini menyebutkan bahwa ujian itu bisa dalam bentuk banyaknya harta, sehingga banyak di antara manusia yang memiliki banyak harta justru semakin menjauhkan dirinya dari jalan Allah ta'ala. Sebaliknya jika sang pemilik harta bersabar dan dapat menggunakan hartanya dengan sebaik-baiknya maka kebahagiaanlah yang akan ia dapat.  
Dari beberapa ayat di atas secara jelas menunjukan kepada kita bahwa harta itu adalah sebagai salah satu ujian bagi seorang hamba. Hal ini diperkuat oleh hadits Nabi yang menyebutkan bahwa fitnahnya umat Islam adalah harta:
عَنْ كَعْبِ بْنِ عِيَاضٍ قَالَ سَمِعْت النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ (قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ)
 Dari Ka'ab bin 'Iyyadh telah berkata, aku mendengar Nabi bersabda "Sesungguhnya bagi setiap umat ada fitnah (ujian) nya dan fitnah bagi umatku adalah masalah harta".[4]
'Adnan Ath-Tharsyah menyatakan bahwa para pemilik harta tidaklah gembira dan selamat dari segala masalah, akan tetapi dia juga akan mendapatkan berbagai masalah dengan harta dalam kehidupannya, karena ujian tidak hanya berupa kejelekan akan tetapi juga bisa berupa kebaikan, sebagaimana firmanNya :
كل نفس ذائقة الموت ونبلوكم بالشر والخير فتنة وإلينا ترجعون
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. QS Al-Anbiya ayat 35.[5]
Demikianlah harta pada dasarnya bagai pisau belati bermata dua, ia bisa bermanfaat bila digunakan di jalan kebaikan dan bisa menjadi adzab bila pemiliknya membelanjakannya bertentangan dengan syari'ahNya.
Harta akan menjadi sebuah nikmat ketika dimanfaatkan oleh orang-orang shalih sebagaimana Sabda Nabi :
نعم المال الصالح للمرء الصالح  . رواه أحمد
Sebaik-baik harta adalah yang ada pada seorang yang Shalih. HR Ahmad.[6]
Ibnu Abbas berkata dalam Tafsirnya bahwa makna dari kata ونقص من الأموال adalah hilangnya harta.[7]  Hal ini seperti juga disebutkan Ibnu Katsir yang  menyebutkan dalam tafsirnya bahwa Allah ta'ala memberikan cobaan, serta ujian kepada hamba-hambanya berupa kekurangan harta benda serta rasa takut terhadap musuh, sebagaimana firmanNya :
فأذاقها الله لباس الجوع والخوف }
“Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”. QS An-Nahl 112.
Kelaparan karena kurangnya harta dan ketakutan adalah sebuah ujian yang tampak nyata di hadapan mereka, dalam makna lain bahwa mereka akan melihat kelaparan sebuah sesuatu yang menyakitkan. Sedangkan orang-orang yang beriman meyakini bahwa hal ini adalah sebuah cobaan dari Allah.
Lafadh (ونقص من الأموال والأنفس والثمرات ) berarti hilangnya atau berkurangnya harta benda mereka.[8]
Sementara itu Abu Bakar bin Jabir Al-Jazairy dalam Aisar At-Tafasir menyebutkan makna dari kalimat  ولنبلونكم yaitu Allah ta'ala memberikan ujian dan cobaan kepada para hambaNya agar dapat diketahui siapa yang termasuk orang-orang yang lemah dan orang-orang yang kuat imannya.[9]
            Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy dalam tafsirnya menyatakan mengenai lafadz  ونقص من الأموال  yaitu kekurangan harta yang mencakup segala bentuk kekurangan harta seperti kehilangan, tenggelam, diambil secara paksa oleh penguasa, dirampok dan lain sebagainya.[10]
Makna ولنبلونكم bisa juga bermakna Al-Ibtila' atau ujian, yang berupa rasa takut terhadap musuh dan kelaparan karena kekurangan harta benda dikarenakan terjadinya perang yang mengakibatkan berkurangnya jumlah manusia meninggalnya anak-anak dan kerabat, semua itu adalah ujian dari Alllah ta'ala bagi manusia agar menjadi jelas mana orang yang beriman dan mana orang yang ingkar.
Khitab dalam ayat ini adalah para shahabat Nabi, namun ayat ini berlaku umum pada seluruh umat Islam. Di akhir ayat ini Allah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, yaitu orang yang apabila tertimpa musibah mereka bersabar.
            Beberapa hukum yang dapat diambil dari ayat ini adalah bahwa harta sebagai amanah yang diberikan oleh Ar-Razaq terkadang menjadi bala' bagi kita, bisa karena kekurangan harta, atau kelebihan harta yang tidak digunakan sesuai dengan syariatNya. Agar harta tersebut menjadi sebuah karunia yang bermanfaat bagi kita baik di dunia maupun di akhirat maka kita harus melaksanakan hak-hak dari harta tersebut, seperti mengeluarkan zakat serta berinfak dengannya.
Selain itu, ujian dengan adanya harta dapat dijadikan sarana untuk melaksanakan semua syariahNya. Hal ini dilakukan dengan cara pengelolaan harta secara sistematis dalam bingkai syariah Islam.  
II. Larangan memakan harta orang lain secara batil (tidak benar) : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 188
ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها إلى الحكام لتأكلوا فريقا من أموال الناس بالإثم وأنتم تعلمون
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui”. QS Al-Baqarah ayat 188            
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa asbab An-nuzul ayat ini adalah seperti yang diketengahkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Sa'id bin Jubair, katanya " Umru-ul Qeis bin 'Abis dan Abdan bin Asywa' Al-Hadrami terlibat dalam salah satu pertikaian mengenai tanah mereka, hingga Umru-ul Qeis hendak mengucapkan sumpahnya dalam hal itu. Maka mengenai dirinya turunlah ayat "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil" QS Al-Baqarah ayat 188.[11]     
Lafadh  الباطل dalam ayat ini adalah lawan dari Al-Haq (kebenaran), ia bermakna segala sesuatu yang tidak sesuai daengan syariah Islam, baik berupa mengambil harta orang lain, memanipulasi dalam perdagangan, melakukan praktek riba dan hal-hal lainnya yang dilarang oleh Islam. Adapun yang dimaksud dengan  تدلو  adalah memberikan kepada hakim uang suap untuk menyelesaikan perkaranya dengan cara yang batil hingga sampailah apa yang diharapkan yaitu mengambil harta orang lain. Sedangkan lafadh بالإثم adalah dengan cara menyuap, persaksian palsu dan sumpah palsu agar hakim dapat memutuskan perkaranya dengan cara yang batil walaupun kelihatannya benar.[12]
Ayat ini secara khusus menyebutkan mengenai haramnya memakan harta sesama muslim dengan cara yang tidak dibenarkan syariat Islam Karena sesungguhnya setiap manusia yang telah bersyahadat, darah, harta dan kehormatanya haram untuk dilanggar. Dalam ayat yang lain juga secara tegas dikatakan:
ياأيها الذين ءامنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.  QS An-Nisaa ayat 29.
Pelarangan memakan harta dalam ayat di atas masih bersifat umum, sehingga ada beberapa ayat lain yang mengkhususkan pada satu sisi lainnya,  seperti larangan untuk memakan harta anak yatim secara batil:
إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلما إنما يأكلون في بطونهم نارا وسيصلون سعيرا
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). QS An-Nisa’ ayat 10.
Kekhususan haramnya memakan harta anak yatim menunjukan keharaman yang lebih keras manakala pemilik harta yang kita ambil adalah orang-orang yang lemah.  
Sementara hadits Nabi banyak sekali yang melarang bagi setiap muslim untuk memakan harta saudaranya dengan cara yang batil diantaranya adalah :
Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW. "Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena tiga sebab : seorang yang beristri / bersuami yang berzina, orang yang membunuh dan orang murtad yang keluar dari agamanya dan memisahkan diri dari Al-Jama'ah " HR Muslim.[13]
Ibnu Abbas merinci makna بالباطل yaitu dengan jalan kedzaliman seperti merampok, mencuri, mengingkari janji dan lain sebagainya.[14]  Hal ini juga disebutkan oleh Imam Jalalain dalam tafsirnya.[15]
Kesimpulan dari ayat ini adalah bahwa haram hukumnya memakan harta sesama muslim dengan cara yang batil, seperti mencuri, merampok, mengambil tanpa izin, menyuap (riswah) dan lain sebagainya. Karena hal itu berarti melanggar hak seorang muslim, karena harta seorang muslim itu tidak boleh dilanggar, sebagaimana sabdanya :
كل المسلم علي المسلم حرام دمه وعرضه وماله
Setiap muslim atas muslim lainnya haram darahnya, kehormatannya dan hartanya.[16]
III. Harta sebagai sarana berbuat kebajikan : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 195.
وأنفقوا في سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة وأحسنوا إن الله يحب المحسنين
Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. QS Al-Baqarah ayat 195.
Imam Ibnu Katsir membawakan perkataan Imam Bukhary dalam menafsirkan ayat ini katanya bahwa ayat ini turun berkenaan dengan masalah nafkah.[17]  Sementara dalam Tafsir Jalalain disebutkan riwayat dari Abu Daud dan Thirmidzi yang dinyatakan sah riwayatnya oleh Ibnu Hibban, Hakim dan lain-lain, dari Abu Ayyub Al-Anshary, katanya "Ayat ini diturunkan kepada kita dari  golongan Anshar, yaitu tatkala Allah menjadikan Islam sebagai agama yang jaya hingga para penyokongnya tidak sedikit jumlahnya, berkatalah sebagian kita pada yang lain secara rahasia bahwa harta benda kita telah habis dan Allah telah mengangkat agama kita menjadi jaya, maka sekiranya kita mempertahankan harta benda itu, lalu menggantinya mana yang telah habis …..! Maka turunlah ayat menolak pendapat dan rencana ini "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." Sampai akhir ayat.[18]
            Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan menyatakan "Infakkanlah harta-hartamu dijalan Allah yaitu jalan ketaatan padaNya, dan janganlah kalian menahan tangan-tangan kalian untuk memberikan infak di jalan Allah yang berakibat kalian akan celaka….[19]
Makna kata وأنفقوا في سبيل الله adalah hendaklah kalian berinfak di jalan Allah dengan harta-harta kalian. Karena salah satu fungsi dari harta adalah untuk meninggikan syariatNya, yaitu dengan cara menginfakkan di jalanNya. Mengenai hal ini banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kepada kita untuk berinfak dengan harta-harta kita, diantaranya adalah “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu”. QS Al-Munafiqun ayat 10.
            Masih banyak lagi ayat-ayat yang memerintahkan kepada kita untuk memberi nafkah dan berinfak di jalanNya. Semua itu menunjukan bahwa fungsi harta yang kita miliki adalah memberikannya kepada orang-orang yang berhak atasnya.   
            Mengenai makna kalimat وأحسنوا  maka ia bermakna perbuatan kebajikan yang dilakukan oleh setiap muslim, terutama berkaitan dengan ke mana harta itu dibelanjakan, apakah digunakan di jalanNya ? atau untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan perbuatan dosa. Makna kebajikan secara lebih luas lagi adalah komitmen kita sebagai seorang muslim terhadap syraiat Allah ta'ala.     
Dari ayat dan hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa harta yang kita miliki mempunyai hak yang harus kita laksanakan yaitu dengan adanya zakat dan infak yang ada di dalamnya. Zakat dilaksanakan ketika harta tersebut sudah sampai nishab dan haul dengan ketentuan yang telah disebutkan oleh para ulama, sedangkan infak adalah sesuai dengan kemampuan kita, mengenai infak juga telah disebutkan oleh Nabi dengan sabdanya:“Sesungguhnya pada setiap harta  (seseorang) ada hak (orang lain) selain zakat”. HR Tirmidzi.
IV. Harta sebagai Perhiasan Dunia bagi manusia : Tafsir Al-Qur'an Surat Ali Imran Ayat 14
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة  والخيل المسومة والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن المآب
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. QS Ali Imran ayat 14.
Ayat ini termasuk ayat-ayat Madaniyyah, karena diturunkan setelah Nabi hijrah ke Madinah. Makna kata زين للناس حب الشهوات yaitu menjadikan kecintaan pada jiwa mereka pada sesuatu tanpa melihat adanya kejelakan dan cela padanya. Selanjutnya  الشهوات adalah keinginan yang bersifat alami, seperti nafsu makan dan minum. Sedangkan kata والقناطير المقنطرة bermakna harta yang banyak, bentuk mufradnya adalah القنطار yang bisa berarti seribu'uqiyah emas. Satu 'Uqiyah adalah 12 Dirham atau sekitar 28 gram emas. والخيل المسومة berarti adalah kuda-kuda pilihan yang dijadikan tunggangan dalam peperangan.  والأنعام yaitu binatang ternak semisal sapi, kambing onta dan lain-lain, adapun  والحرث adalah sawah ladang sebagai tempat pertanian.[20]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy menyatakan bahwa Allahta'ala mengkhabarkan kepada kita bahwa Dia telah menghiasi bagi manusia kecintaan kepada dunia, khususnya pada harta benda yang telah disebutkan dalam ayat ini, karena semua itu adalah sebesar-besar syahwat (keinginan) sedangkan yang lainnya hanya mengikutinya.[21]
Imam Ath-Thabary menyatakan bahwa manusia berbeda pendapat mengenai siapakah yang menjadikan tampak indah perhiasan dunia ini, sebagian golongan berpendapat bahwa Allah-lah yang menjadikan hal itu, dan ini adalah dhahir dari ucapan Umar bin Khatab seperti yang disebutkan oleh Imam Bukhary. Dalam ayat yang lain disebutkan :  "إنا جعلنا ما على الأرض زينة لها"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya”, QS Al-Kahfi ayat 7.
Sementara golongan yang lain berpendapat bahwa yang menjadikan indah perhiasan dunia itu adalah Syaithan.[22]
         Dalam ayat ini disebutkan beberapa jenis dari harta benda yang manusia sangat menyukainya, di antaranya yaitu emas, perak, kuda-kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Dalam ayat yang lain disebutkan juga mengenai harta benda tersebut :
وأورثكم أرضهم وديارهم وأموالهم وأرضا لم تطئوها وكان الله على كل شيء قديرا
Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. QS Al-Ahzab ayat 27.
         Dari ayat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa emas dan perak adalah masuk ke dalam salah satu jenis harta kekayaan, Begitu juga tanaman-tanaman yang ada di kebun serta tanah-tanah, rumah-rumah adalah termasuk harta benda yang diakui dalam Al-Qur'an.
          Semua jenis harta tersebut adalah perhiasan hidup bagi manusia, sehingga hukum asalnya boleh untuk memanfaatkannya di jalan kebaikan. Karena ia merupakan fitrah atau tabiat manusia.   
V. Syari’ah Infaq dalam setiap harta yang dimiliki : Tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 92.
لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شيء فإن الله به عليم
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. QS Ali Imran ayat 92
Abu Bakar Al-Jazairy menyatakan bahwa makna Al-Birr adalah kalimat yang mencakup semua kebaikan, dalam arti yang lebih khusus yaitu Surga.  تنفقوا  maknanya adalah menyedekahkan harta bendanya. مما تحبون dari harta-harta yang sangat dicintainya dan menjadi milik kesayangannya. من شيءmenunjukan sedikit ataupun banyak . فإن الله به عليم dan Dia akan membalasnya sesuai dengan besarnya sedekah yang dikeluarkannya.[23]
Ketika turun ayat ini para shahabat Nabi yang mulia segera menginfakkan harta-harta yang mereka cintai, seperti Umar yang memerdekakan hamba perempuan yang menjadi kesayangannya., Zaid bin Haritsah bersedekah dengan kuda kesayangannya.
Imam Waki' telah meriwayatkan dalam kitab Tafsirnya dari Syarik, dari Abu Ishaq dari Amr bin Maimun bahwa makna lafadh  تنالوا البر adalah surga. Imam Ahmad telah meriwayatkan yang sanadnya sampai kepada Anas bin Malik yang berkata Abu Thalhah adalah seorang seorang yang kaya dari kalangan Anshar di Madinah, dan dia mempunyai harta yang sangat banyak, diantara harta yang sangat dicintainya adalah Bairuha'  (kebun) yang berada di dekat masjid, suatu ketika Nabi memasukinya dan meminum air darinya, Anas berkata "Maka ketika turun ayat ini 3/92 Abu Thalhah berkata "Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah telah berfirman "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai "Maka sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha'  (kebun), maka aku sedekahkan dia untuk Allah dan aku mengharapkan ganjarannya tersimpan di sisiNya. Hal ini diikuti oleh Umar bin Khatab yang mewakafkan bagiannya dari tanah di Khaibar untuk kepentingan kaum Muslmin tidak ketinggalan anaknya yaitu Ibnu Umar yang berkata "Telah datang kepadaku ayat ini "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai" Maka dia menyebutkan semua karunia Allah yang telah didapatkannya, maka dia tidak mendapatkan sesuatu yang lebih dicintai lebih dari seorang Jariyah (budak perempuan) maka aku berkata "Dia bebas (merdeka) karena Allah".[24]
Sesungguhnya ayat ini mengajak kepada setiap mukmin untuk mengorbankan hartanya untuk kebaikan agamanya dengan cara menyampaikan kewajiban atas hartanya untuk diinfakkan di jalan-Nya. Tingkatan yang lebih utama dan afdhal adalah ketika seorang muslim menginfakkan harta yang paling disukainya.
Ayat-ayat yang selaras dengan ayat ini cukup banyak, di antaranya adalah firman-Nya :
وأنفقوا من ما رزقناكم من قبل أن يأتي أحدكم الموت فيقول رب لولا أخرتني إلى أجل قريب فأصدق وأكن من الصالحين
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu …QS Al-Munafiqun ayat 10.
وأنفقوا في سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة وأحسنوا إن الله يحب المحسنين
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah….QS Al-Baqarah 195.
            Ayat-ayat di atas secara gambalang menganjurkan untuk menginfakkan sebagian harta kita. Sebagai satu rasa syukur kita kepada Allah ta'ala. Adapun dari  hadits, Nabi telah menjelaskan keutamaan dari berinfak ini seperti sabdanya :
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ
Sedekah itu dapat melenyapkan kesalahan (dosa) seperti air yang memadamkan api.[25]
            Menginfakkan harta kepada orang-orang yang berhak adalah sebagai salah satu dari melaksanakan perintahNya yang berkaitan dengan harta yang menjadi amanah kita, sebagaimana diketahui pemilik mutlak harta itu adalah Allah ta'ala, sebagaimana firmanNya : “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi”. QS Al-Baqarah ayat 284.
            Dari ayat ini dapat kita pahami bahwa semua harta yang ada di dunia ini adalah milikNya, manusia hanya sebagai pemegang amanah, namun sangat disayangkan banyak manusia yang lupa untuk melaksanakan hak dari harta tersebut yaitu menginfakkannya kepada orang-orang yang berhak. Dan Infak yang paling utama adalah yang diambil dari harta kita yang paling kita sukai.
VI. Harta Sebagai Sarana Berjihad di jalan Allah ta'ala : Tafsir Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 20.  
الذين ءامنوا وهاجروا وجاهدوا في سبيل الله بأموالهم وأنفسهم أعظم درجة عند الله وأولئك هم الفائزون
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. QS At-Taubah ayat 20.
Asbab An-Nuzul dari ayat ke-20 surat At-Taubah ini adalah lanjutan dari ayat sebelumnya di mana disebutkan bahwa Imam Abu Hatim telah membawakan sebuah atsar melalui jalur periwayatan Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan, bahwa ayahnya yang bernama Al-Abbas sewaktu ditawan kaum muslimin pada saat perang Badr mengatakan "Jika kalian telah mendahului kami dalam masuk Islam, berhijrah dan berjihad, sesungguhnya kami (telah mendahului kalian) dalam hal memakmurkan Masjid Al-Haram, memberi minum jama'ah Haji dan menyantuni orang-orang miskin", maka turunlah firmanNya "Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji……"
Ibnu Katsir menyatakan bahwa Al-Aufi telah berkata dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas di dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini : "Sesungguhnya orang-orang musyrikin mereka berkata "Mengurusi Baitullah (Ka'bah) dan memberi minum para peziarahnya lebih baik daripada orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad, mereka bangga dengan hal itu, Allah menyebutkan kesombongan mereka dan membantahnya dengan ayat ini.
Imam Ath-Thabary mengomentari ayat ini dengan menyatakan bahwa dengan ayat inilah Allah membedakan antara dua kelompok yang berlawanan yaitu orang-orang yang kafir dan orang-orang yang beriman dengan Allah serta berjihad di jalanNya.
Lafadh  الذين ءامنوا yaitu orang-orang yang membenarkan dengan tauhid  dan berlepas diri dari kesyirikan. Sementara lafadh وهاجروا dan berhijrah meninggalkan kaumnya, serta lafadh dari  في سبيل الله بأموالهم وأنفسهم dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Kedudukan mereka sangat mulia di sisi Allah dan Dia akan mengangkat derajat mereka lebih tinggi dari orang-orang musyrik, dan mereka adalah orang-orang yang disebutkan sifat-sifatnya mereka beriman, berhijrah dan berjihad di jalanNya, dan merekalah orang-orang yang beruntung (وأولئك هم الفائزون ) yang akan dimasukan ke dalam surga dan selamat dari Neraka.[26]
Imam Al-Qurtuby menyebutkan firman Allah ta'ala kata الذين ءامنوا وهاجروا وجاهدوا  kedudukannya sebagai mubtada' adapun khabarnya adalah أعظم درجة عند الله  adapun lafadz  "درجة" adalah nashab yang berfungsi sebagaibayan (penjelas). Penjelasannya adalah bahwa orang-orang yang bangga dengan pemeliharaan mereka atas Ka'bah, mereka adalah orang-orang kafir yang tidak mempunyai derajat kemuliaan di sisi-Nya, sehingga disebutkan bahwa orang-orang yang beriman lebih agung dan mulia derajatnya.[27]
            Abu Bakar bin Jabir Al-Jazairy menyatakan mengenai ayat ini bahwa ciri dari orang-orang yang beriman adalah mereka yang beriman, berhijrah, berjihad dengan harta dan jiwa mereka, mereka adalah orang-orang mendapatkan derajat yang tinggi di sisiNya.[28]
            Ayat ini secara ringkas menegaskan kepada kita tentang salah satu dari fungsi harta yaitu sebagai sarana untuk berjihad di jalanNya, ayat-ayat yang berkenaan dengan besarnya ganjaran bagi orang-orang yang berjihad dengan hartanya banyak disebutkan dalam berbagai surat dalam Al-Qur'an, di antaranya adalah :
إن الذين ءامنوا وهاجروا وجاهدوا بأموالهم وأنفسهم في سبيل الله والذين ءاووا ونصروا أولئك بعضهم أولياء بعض
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Qs Al-Anfal ayat 72.
الذين ءامنوا وهاجروا وجاهدوا في سبيل الله بأموالهم وأنفسهم أعظم درجة عند الله وأولئك هم الفائزون
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. QS At-Taubah ayat 20.
انفروا خفافا وثقالا وجاهدوا بأموالكم وأنفسكم في سبيل الله ذلكم خير لكم إن كنتم تعلمون
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. QS At-Taubah ayat 41.
            Tiga ayat di atas menyandingkan antara berjihad dengan jiwa raga dan berjihad dengan harta, hal ini cukup bagi kita untuk menunjukan bahwa harta yang ada pada kita adalah salah satu sarana untuk berjihad di jalanNya dalam rangka mengakan kalimat "La ilaha ilallah".
            Adapun dalil dari As-Sunnah mengenai hal ini begitu banyak, di antaranya adalah sabda Nabi :
مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فَقَدْ غَزَا في سبيل الله كان له مثل أجره من غير ينقص من أجر الغازي شيئا
Barang siapa yang membantu menyiapkan tentara untuk berperang dijalanNya maka pahalanya seperti orang yang berperang tanpa menguranginya.[29]
            Dengan demikian marilah kita bersama-sama mempergunakan harta kita untuk selalu mendekatkan diri kepadaNya, sehingga ia akan menyelamtakn kit di akhirat kelak.


Penutup
Eksistensi harta dalam Al-Qur'an berkaitan erat dengan segala hal yang disebut sebagai harta di dalamnya. Selain itu ia juga berkaitan dengan hikmah diberikannya harta kepada manusia, terkadang ia menjadi nikmat, namun tidak jarang menjadi ujian. Makna harta (al-mal) dalam Al-Qur'an adalah segala sesuatu yang memiliki nilai guna bagi manusia, baik berupa materi ataupun manfaat. Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa :
Ø  Harta adalah salah satu Fitnah (ujian) bagi manusia : Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 155
Ø  Larangan memakan harta orang lain secara batil (tidak benar) : Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 188
Ø  Harta sebagai sarana manusia untuk berbuat kebajikan : Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 195
Ø  Harta sebagai perhiasan dunia bagi manusia : Al-Qur'an Surat Ali Imran Ayat 14
Ø  Syari'ah Infaq dalam setiap harta yang dimiliki : Al-Qur'an Surat Ali Imran Ayat 92
Ø  Harta Sebagai Sarana Berjihad di jalan Allah ta'ala : Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 20  

                                                      


Daftar Kepustakaan

Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Taisir Karimi Rahman fi Tafsir Kalam Al-         Manan, Jum’iyah Ihya At-turats Al-Islami : Kuwait, 2003
Jalaluddin Al-Mahali dan Jalaludin As-Suyuti,  Tafsir Jalalain Juz I, Sinar Baru      Algesindo : Bandung
Abu Abdillah Al-Qhurtubi, Al-Jami’ liahkam Al-Qur’an. Adnan Ath-Tharsyah,       Anta Wa al-mal, Maktabah Ubakan, Riyadh, 2003
Anonimus, Tanwir Al-Miqbas  min Tafsir Ibnu Abbas, Daru Al-Kutub Ilmiyyah,    Beirut, 1987
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Hadits Arba'in An-      Nawawiyyah. 
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, PT. RajaGrafindo,              Jakarta, 2003
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002, hal. 80.
Abu Al-Fida' Ismail bin Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Al-Quran Al-'Adhim,              Jam'iyah Ihya At-Turats, Tahun 1994.
Abu Bakar Al-Jazairy, Aisar Tafasir, Maktabah Al-'Ulum wa Al-hikam, Madinah,              Tahun 1994.
Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama : Jakarta, 2000.
Rachmat Syafe'i, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia : Bandung, 2004.
A.W. Munawwir, Kamus Munawwir, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997
Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘Arab Juz XII, Darul Ihya At-Turats Al-‘Araby.
Anonimus Software Al-Hadits Asy-Syarif, Global Islamic Software / Syirkah        Baramij Al-Islamiyah Ad-Dauliyah. Beirut : Libanon, 1991.
Anonimus, Holy Qur’an (Versi 6.50) / Program Kitab Suci Al-Qur’an, Perusahaan             Software Sakhr / Perusahaan Al-Alamiah, Republik Arab Mesir. 1997.
Al-Qur’an dan terjemahannya. Mujamma’ Khadim l-Haramain asy-Syarifain al-     Malik Fahd li thiba’at al mushaf asy Syarif, Madinah KSA. 1412 H.



[1] M. Ali Hasan, Berbagai Macam transaksi Dalam Islam : 55
[2] Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah : 73
[3] Rachmat Syafe'i, Fiqih Muamalah : 22
[4] HR. Thirmidzi No. 2258
[5] Adnan Ath-Tharsyah, Anta Wal Mal, Maktabah Ubakan, Riyadh, 2003, hal. 45. 
[6] Adnan Ath-Tharsyah, Anta Wal Mal, hal. 47. 
[7] Tanwir Al-Miqbas  min Tafsir Ibnu Abbas, Daru Al-Kutub Ilmiyyah, Beirut, 1987 hal. 22
[8] Abu Al-Fida' Ismail bin Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Al-Quran Al-'Adhim, Jam'iyah Ihya At-             Turats, Tahun 1994. hal 269.
[9] Abu Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir, Maktabah Al-'Ulum wa Al-hikam, Madinah, Tahun 1994.       hal. 133.
[10] Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Taisir Karimi Rahman fi Tafsir Kalam Al-Manan, Jum’iyah     Ihya At-turats Al-Islami : Kuwait, 2003

[11] Imam Jalalin, Tafsir Jalalain Jilid I, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1996, hal. 196. 
[12] Abu Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir, hal. 169
[13] Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Hadits Arba'in An-Nawawiyyah. 
[14] Tanwir Al-Miqbas  min Tafsir Ibnu Abbas,  hal. 26.
[15] Lihat, Tafsir Jalalain Jilid I , hal. 100. 
[16] Abu Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir hal. 170
[17] Abu Al-Fida' Ismail bin Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Al-Quran Al-'Adhim, hal. 310.
[18] Imam Jalalain, Tafsir Jalalain Jilid I , hal. 199.
[19] Tanwir Al Miqbas  min Tafsir Ibnu Abbas, hal. 27.-
[20] Abu Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir hal. 192.
[21]Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Taisir Karimi Rahman fi Tafsir Kalam Al-Manan, hal. 146.
[22] Imam Ibnu Jarir Ath-Thabary, Jami' Al-Bayan.
[23] Bakar Al-jazairy, Aisar Tafasir hal. 345Abu

[24] Al-Fida' Ismail bin Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Al-Quran Al-'Adhim, hal. 506
[25] HR Muslim No. 1658. Dan Thirmidzi No. 2110
[26] Al-Imam Abu Jarir Ath-Thabary, Jami' Al-Bayan Juz. VI, hal. 125.
[27]Imam Al-Qhurtuby, hal. 86 Jil. 7-8
[28] Abu Bakar Al-Jazairy, Aisar Tafasir hal 351
[29] HR Muslim No. 2512.