“Barangsiapa menyeru kepada hidayah (petunjuk) maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa yang mengerjakannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”

Rabu, 25 April 2012

kunjungan mahasiswa UNPAD Bandung ke kampus LIPIA


(kunjungan mahasiswa UNPAD Bandung ke kampus LIPIA Jakarta 2012)



(kunjungan mahasiswa UNPAD Bandung ke kampus LIPIA Jakarta 2012)








(kunjungan mahasiswa UNPAD Bandung ke kampus LIPIA Jakarta 2012)


(kunjungan mahasiswa UNPAD Bandung ke kampus LIPIA Jakarta 2012)

Kamis, 19 April 2012

PERIODESASI PENULISAN TAFSIR DI INDONESIA

(Makalah dipresentasikan dalam Mata Kuliah Sejarah dan Pemikiran Tafsir di Indonesia
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA)

Pendahuluan
Al Qur’an bagi kaum muslimin sepanjang abad sebagai kalamu Allah, yang merupakan petunjuk bagi manusia dan memberikan penjelasan atas segala sesuatu, sedemikian rupa sehinggga tidak ada sesuatupun yang ada dalam realitas yang luput dari penjelasannya.sehingga kandungan al Qur’an bersifat universal, keuniversalan tersebut pada tataran kesejarahan meniscayakan dialog dengan pengalaman manusia dalam konteks waktu. Hal ini juga berlaku dengan kajian tafsir yang ada di Indonesia. Sesuai dengan kondisi sosio-historisnya, Indonesia juga mempunyai perkembangan tersendiri dalam kaitannya dengan proses untuk memahami dan menafsirkan al Qur’an.

            Perkembangan penafsiran Al Qur’an agak berbeda dengan perkembangan yang terjadi di dunia Arab yang merupakan tempat turunnya al Qur’an dan sekaligus tempat kelahiran tafsir al-Qur’an. Perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan latar belakang budaya dan bahasa. Karena bahasa Arab adalah bahasa mereka, maka mereka tidak mengalami kesulitan berarti untuk memahami bahasa al Qur’an sehingga proses penafsiran juga lumayan cepat dan pesat. Hal ini berbeda dengan bangsa Indonesia yang bahasa ibunya bukan bahasa Arab. Karena itu proses pemahaman al Qur’an terlebih dahulu dimulai dengan penerjemahan al Qur’an ke dalam bahasa Indonesia baru kemudian dilanjutkan dengan pemberian penafsiran yang lebih luas dan rinci. Oleh karena itu pula, maka dapat dipahami jika penafsiran al Qur’an di Indonesia melalui proses yang lebih lama jika dibandingkan dengan yang berlaku di tempat asalnya.
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk membahas tentang perodesasi penulisan tafsir di Indonesia yang penulis bagikan dalam empat periode, dimulai dari  Periode I (sebelum abad 20), Periode II (awal abad 20 - 1960), Periode III ( 1970 - 1980), Perode IV (1981 - sekarang). Periodesasi ini penulis susun berdasarkan intruksi dari dosen pengampu. Namun dikesempatan lain periodesasi pernah dibuat oleh Howard M. Federspiel tentang kemunculan dan perkembangan tafsir al Qur’an di Indonesia yaitu awal abad XX sampai dengan tahun 1960-an, 1960 – 1970-an dan tahun 1970an sampai dengan sekarang. Sebetulnya periodesasi yang dibuat oleh Federspiel ini tidak luput dari kritikan.
A.      Periode I (sebelum abad 20)
Sebelul abad 20, tepatnya pada abad 17–18 M. merupakan abad yang paling dinamis dalam sejarah intelektualisme muslim Indonesia. Sebagai misal, pada saat itu muncul ulama besar di Aceh, Abdul Rouf al-Singkili, yang populer dengan karya besarnya dalam bidang tafsir, Turjuman al-Mustafid. Sebenarnya sebelum Abd Rauf al-Singkily menulis tafsirnya, sudah ada ulama yang menulis tafsir meskipun tidak dalam bentuk yang sempurna 30 juz. Seorang penulis yang bernama Hamzah al-Fansuri yang hidup antara tahun 1550-1599 dengan menerjemahkan sejumlah ayat al-Qur’an yang terkait dengan tasawwuf dalam bahasa Melayu yang indah.[1] Salah satu contohnya ketika menafsirkan surah al-Ikhlash.[2]
Bukti lain yang menunjukkan bahwa sudah adanya tafsir yang ditulis sebelum Abd Rauf al-Singkily adalah sebuah penggalan karya tafsir berupa manuskrip tertanggal sebelum tahun 1620 M. dibawa ke Belanda yaitu tafsir surah al-Kahfi dalam bahasa Melayu namun tidak tercantum pengarangnya.  Di antara pengikut Hamzah al-Fansuri adalah Syamsuddin al-Sumatrani yang muncul sebagai ulama terkemuka di istana Sultan Iskandar Muda, penguasa Aceh pada tahun 1603-1636 juga menulis tafsir al-Qur’an.
Pada masa Sultanah Safiyat al-Din, penerus Sultan Iskandar II, Abd Rauf al-Singkily menulis karyanya pada tahun 1661 dengan judul Tarjuman al-Mustafid yang merupakan saduran dari tiga kitab tafsir yaitu Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Khazin danTafsir al-Baidawi (Anwar al-Tanzil).
Kemudian Pada abad ke-18 muncul beberapa ulama-ulama penulis dalam berbagai disiplin ilmu termasuk tafsir meskipun yang paling menonjol adalah karya yang terkait mistik atau tasawuf. Di antara ulama tersebut adalah Abd Shamad al-Palimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari, Abd Wahhab Bugis, Abd Rahman al-Batawi dan Daud al-Fatani yang bergabung dalam komunitas Jawa.  Karya-karya mereka tidak berkontribusi langsung kepada bidang tafsir, akan tetapi banyak kutipan ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil seperti dalam kitab Sayr al-Salikin, yang ditulis oleh al-Palimbani dari ringkasan kitab Ihya ‘Ulum al-Din karya al-Ghazali.
Memasuki abad ke-19, penulisan tafsir di Indonesia tidak lagi ditemukan seperti pada masa-masa sebelumnya. Hal itu terjadi karena beberepa factor, diantaranya pengkajian tafsir al-Qur’an selama berabad-abad lamanya hanya sebatas membaca dan memahami kitab yang ada, dan karena adanya tekanan dan penjajahan Belanda yang mencapai puncaknya pada abad tersebut, sehingga mayoritas ulama mengungsi ke pelosok desa dan mendirikan pesantren-pesantren sebagai tempat pembinaan generasi sekaligus konsentrasi perjuangan. Ulama tidak lagi fokus untuk menulis karya akan tetapi lebih cenderung mengajarkan karya-karya yang telah ditulis oleh para ulama sebelumnya.[3]
Sebenarnya ada karya tafsir yang ditulis pada abad ke-19 dalam bahasa Arab yaitu Marah Labid karya imam An-Nawawi al-Bantani al-Jawi, namun karya ini ditulis di Makkah. Ada juga beberapa tulisan surah-surah dalam bahasa Arab yang dimuat di jurnal al-Manar pada edisi-edisi tahun pertama (1898) dari Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
B.      Periode II (awal abad 20 – 1960-an)
Dalam periode ini, karya karya tafsir di nusantara bermunculan dan berkembang pesat, hal ini bisa dibuktikan dengan melihat karya karya tafsir yang telah mereka wariskan. tradisi tafsir di Indonesia bergerak dalam model dan teknis penulisan yang masih sederhana. Dari segi material teks al-Qur’an yang menjadi objek tafsir, literature tafsir pada periode ini cukup beragam.
 Pertama, ada literature tafsir yang berkonsentrasi pada surat-surat tertentu sebagai objek      penafsiran, misalnya;
1.       Tafsir Al-Qur’anul karim, Yaasiin (Medan: Islamiyah, 1951) karya Adnan Yahya lubis;
2.        Tafsir Surat Yaasien dengan keterangan (Bangil: Persis, 1951) karya A. Hassan. (Kedua literature ini berkonsentrasi pada surat Yaasiin. Masih dalam konteks objek tafsir surat tertentu), ada yang berkonsentrasi pada surat Al-Fatihah, yaitu:
3.       Tafsir Al-Qur’anul karim, surat Al-Fatihah (Jakarta: Widjaja, 1955) karya Muhammad Nur Idris,
4.        Rahasia Ummul Qur’an atau Tafsir Surat Al-Fatihah (Jakarta: Institute Indonesia, 1956) karya A. Bahry,
5.        Kandungan Al-Fatihah (Jakarta: Pustaka Islam, 1960) karya Bahroem Rangkuti,
6.       dan Tafsir Surat Al-Fatihah (Cirebon: Toko Mesir, 1969) karya H. Hasri.
Kedua, karya Tafsir yang berkonsentrasi pada juz-juz tertentu. Pada bagian ini yang muncul hanya juz 30 (Juz ‘Amma) yang menjadi objek tafsir. Contoh dari model ini adalah :
1.       Al-Burhan, Tafsir Juz ‘Amma (Padang : Al-Munir, 1922) karya H. Abdul karim Amrullah,
2.        Al-Hidayah Tafsir Juz ‘Amma (Bandung: Al-Ma’arif, 1930) karya A. Hassan,
3.       Tafsir Djuz ‘Amma (Medan: Islamiyah, 1954) karya Adnan Yahya Lubis,
4.        Tafsir Al-Qur’anul Karim : Djuz ‘Amma (Jakarta: Wijaya, 1955) karya Zuber Usman,
5.       Tafsir Juz ‘Amma dalam Bahasa Indonesia (Bandung: Al-Ma’arif, 1958) karya Iskandar Idris,
6.        Al-Abroor, Tafsir Juz ‘Amma (Surabaya: Usaha Keluarga, 1960) karya Mustafa Baisa,
7.       dan Tafsir Djuz ‘Amma dalam Bahasa Indonesia (Bandung: Al-Ma’arif, 1960) karya M. Said.
Ketiga, ada yang menafsirkan Al-Qur’an utuh 30 juz, yaitu
1.       Tafsir Qur’an Karim (Jakarta: Pustaka Mahmudiyah, 1957cetakan VII) karya H. Mahmud Yunus yang untuk kali pertama diselesaikan penulisannya pada tahun 1938.
2.       Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Medan: Firma Islamiyah, 1956, edisi ke-9) karya H. A. Halim Hassan, H. Zainal Abbas, dan Abdurrahman Haitami,
3.       Tafsir Al-Qur’an (Jakarta: Wijaya, 1959) karya H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs,
4.       Tafsir Qur’an Al-Furqan (Jakarta: Tintamas, 1962) karya Ahmad Hassan,
5.       Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pembina Mas, 1967, cetakan 1) karya Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka),
6.       Tafsir Al-Bayan (Bandung: Al-Ma’arif, 1966) karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,
7.       Tafsir Qoer’an Indonesia yang diterbitkan oleh Muhammadiyyah pada tahun 1932. 

C.      Periode III ( 1970 - 1980)
Pada periode ini muncul beberapa karya tafsir tepatnya pada tahun 1971, “Tafsir al-Bayan”. Tafsir al-Bayan adalah kitab tafsir dan terjemahan al-Qur’an dalam bahasa Indonesia yang di hasilkan pengarang seawal tahun 60-an. Cetakan pertamanya ialah pada tahun 1971 yang diterbitkan PT. Almaarif, Bandung. dan pada tahun 1973  muncul pula “Tafsir al-Qur’an al-Madjied an-Nur, dicetak juz per juz yang keduanya disusun oleh Hasbi al-Shiddiqy, disamping menterjemahkan secara harfiah dengan mengelompokkan ayat-ayatnya juga menjelaskan fungsi surah atau ayat, menulis munasabah dan diakhiri dengan kesimpulan.  Dan pada tahun 1977, seorang kritikus sastra H.B. Jassin menulis al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia tanpa disertai catatan kaki.
Kemudian ada  Al-Quran dan Terjemahnya (Indonesia) Penterjemahan dilakukan dibawah Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-Quran, Jakarta. Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir al-Quran merupakan satu badan yang dipertanggungjawabkan oleh Menteri Agama untuk menterjemah, menerbit dan mengedarkan Kitab Tafsir al-Quran dan Terjemahnya kepada masyarakat Islam. Terjemahan ini mengambil masa delapan tahun (1964-1971) untuk disempurnakan oleh anggota “Dewan Penterjemah” seramai sebelas orang yang terdiri dari kalangan tokoh-tokoh ulama terkenal.
Mereka itu ialah:
1. Prof. R. H. A. Soenarjo S. H. (Ketua)
2. Prof. T. M. Hasbi Ashshiddiqi.
3. Prof. H. Bustami A. Gani.
4. Prof. H. Muchtar Jahya.
5. Prof. H. M. Toha Jahya Omar.
6. Dr. H. A. Mukti Ali.
7. Drs. Kamal Muchtar.
8. H. Gazali Thaib.
9. K. H. A. Musaddad.
10. K. H. Ali Maksum.
11. Drs. Busjairi Madjidi.
D.      Perode IV (1981 - sekarang)
Setelah memasuki tahun 1982 di mana pascasarja di IAIN atau perguruan tinggi Islam mulai dibuka, dengan sendirinya penulisan tafsir mulai memasuki fase baru dengan cakrawala baru pula.  Hal itu dirintis oleh Nurcholish Madjid yang menganjurkan penggunaan logika dalam tafsir dan pendekatan kontekstual dan pengembangan tafsir tematik oleh Quraish Shihab.
Pada akhir abad ke-20, beberapa karya tulis yang membahas berbagai kecenderungan penafsiran dan penggunaan ayat-ayat al-Qur’an guna kepentingan tertentu (seperti poligami dan politik) di Indonesia kontemporer. Seperti Milhan Yusuf tentang ‘Metode Hamka dalam Penafsiran Ayat-ayat Hukum’, Muhammadiyah Amin & Kusmana, ‘Penafsiran Purposif Quraysh Shihab’, Harifuddin Cawidu “Konsep Kufr dalam al-Qur’an”, M. Galib, M., Ahl al-Kitab, Makna dan Cakupannya, Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, ‘Pendekatan Konstekstual terhadap al-Qur’an’; Rof’ah Mudzakir, ‘Isyu Poligami: Penafsiran Aisyiyah tentang ayat al-Qur’an 4:3 dan 4:129, Azyumardi Azra, ‘Penggunaan dan Penyalahgunaan Ayat-ayat a-Qur’an dalam Politik Kontemporer Indonesia’, dan Nurcholish Madjid, ‘Menafsirkan prinsip-prinsip al-Qur’an tentang Pluralisme Keagamaan’. [4]
Memasuki era kontemporer ini , berbagai kitab tafsir bermunculan, baik yang menulisnya secara tematik maupun secara tahlili. misalnya Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab yang mulai ditulis pada saat menjadi Kedubes di Arab Saudi. Namun diterbitkan pertama kali pada tahun 2002. Kemudian berbagai skripsi, tesis dan desertasi yang konsentrasi di bidang tafsir silih berganti ditulis di berbagai perguruan tinggi.
Untuk lebih mudah menelusuri karya-karya tersebut penulis akan mengklasifikasikan dalam beberapa bagian;

1.    Tafsir Tematis
Dari karya tafsir yang berkembang di Indonesia pada periode ini ada yang disusun dengan corak tafsir tematis/maudhu’i di antaranya adalah :
a. Tematik Plural
Karya tafsir tematis ada yang bersifat plural yaitu karya yang membahas berbagai persoalan. Di antaranya adalah :
1)       Membumikan al Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1992), Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan (1994) dan Wawasan al-Qur’an (1996). Ketiganya adalah karya Quraish Shihab yang diterbitkan oleh Mizan Bandung. Dalam ketiga buku ini Quraish Shihab membahas berbagai tema yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat.
2)       Ensiklopedi al Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1996) karya M. Dawam Raharjo. Karya ini merupakan kumpulan kajian serius yang ditulis oleh Dawam Raharjo dalam Jurnal Ulumul Qur’an tahun 1990-an.
3)       Dalam Cahaya al al Qur’an, Tafsir Sosial Politik Al Qur’an (Jakarta; Gramedia, 2000) karya Syu’bah Asa. Buku Tafsir ini berawal dari artikel-artikel tafsir yang ditulis oleh Syu’bah Asa dalam majalah Panji Masyarakat antara tahun 1997-1999.
4)        Tafsir Tematik al Qur’an tentang Hubungan Sosial antar Ummat Beragama (Yogyakarta: Pustaka SM, 2000) karya Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah.
b. Tematik Singular
Tafsir tematik singular adalah karya tafsir yang menfokuskan diri dalam satu topik bahasan tertentu. Karya tafsir jenis ini cukup banyak, sebagian besar berasal dari disertasi, di antaranya adalah:
1)       Konsep Kufr dalam al Qur’an, Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tematis karya Harifuddin Cawidu. Karya ini berasal dari disertasi di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1989.
2)        Konsep Perbuatan Manusia Menurut al Qur’an sebuah Kajian Tematik karya Jalaluddin Rahman yang berasal dari disertasinya di Pasca Sarjana IAIN Jakarta.
3)       Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al Qur’an (1992) karya Dr Musa Asy’arie. Karya ini berasal dari disertasi Asy’arie di IAIN Sunan Kalijaga Yoryakarta
4)        Menyelami Kebebasan Manusia, Telaah Kritis terhadap Konsepsi Al Qur’an (1996) karya Machasin. Karya ini berasal dari tesis Machasin di IAIN Yogyakarta dengan judul Kebebasa dan Kekuasaan Allah dalam Al Qur’an.
5)        Ahl Kitab, Makna dan Cakupannya (1998), karya Muhammad Ghalib Mattalo. Karya ini berasal dari disertasi Ghalib di IAIN Jakarta dengan judul Wawasan Al Qur’an tentang Ahl Kitab tahun 1997.
6)        Argumen Kesetaraan Jender, Perspektif Al Qur’an (1999), karya Nasaruddin Umar. Buku ini berasal dari disertasinya di IAIN Jakarta dengan judul Perspektif Jender dalam Al Qur’an.
7)       Tafsir bi Al-Ra’yi: Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam Al Qur’an (1999) karya Nashruddin Baidan.Tafsir Kebencian: Studi Bias Jender dalam Tafsir (1999) karya Zaitunah Subhan. Karya ini berasal dari disertasi di Pasca sarjana IAIN Jakarta
8)       Memasuki Makna Cinta (2000) karya Abdurrasyid Ridha. Karya ini berasal dari skripsi di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul Konsep Cinta dalam Al Qur’an.
9)       Jiwa dalam al Qur’an, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern (2000) karya Dr. Achmad Mubarok. Karya ini berasal dari disertasi dengan judul Konsep Nafs dalam Al Qur’an di Pasca Sarjana IAIN Jakarta11) Subhanallah: Quantum Bilangan-bilangan al-Qur’an (2008) karya Muhamad Mas’ud. Karya ini mengkaji berbagai fenomena angka yang ada di dalam al Qur’an dihubungkan dengan ilmu matematika dan penemuan ilmiah modern.
2. Tafsir yang menfokuskan diri pada ayat, surat atau juz tertentu
a. Ayat dan Surat Tertentu
Karya tafsir yang menfokuskan diri pada ayat dan surat tertentu adalah:
1)       Hidangan Ilahi Ayat-ayat Tahlil (1997) karya M. Quraish Shihab. Buku ini merupakan kumpulan ceramah Quraish pada acara tahlilan di kediaman mantan presiden Suharto dalam rangka mendo’akan kematian Fatimah Siti Hartinah Suharto tahun 1996. Setelah itu dilanjutkan dengan penafsiran ayat-ayat yang dibaca dalam tahlilan yaitu surat al Fatihah, al Baqarah : 1-5, ayat kursi (QS 2: 255), khawatim surat al Baqarah (QS 2: 284-286), al-Ikhlas, al-Falaq dan al-Nas.
2)       Tafsir bil Ma’tsur Pesan Moral al Qur’an (1993) karya Jalaluddin Rakhmat. Ayat dan surat yang dipilih tampaknya didasarkan pada ayat maupun surat yang mempunyai riwayat bi al-ma’thur sebagai sabab nuzul. Ayat dan surat yang dikaji di antaranya adalah Al Fatihah: 1, Al Baqarah 2 :19-20, 75-78, al-‘Adiyat: 1-5, Maryam: 1-6, al-Qadr dan al-Takathur.
b. Surat al Fatihah
Karya tafsir yang menfokuskan pembahasan pada surat al Fatihah antara lain adalah :
1)       Tafsir Ummul Qur’an karya M Abdul Malik Hakim (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981),
2)        Butir-butir Mutiara al Fatihah karya Labib MZ dan Maftuh Ahnan (Surabaya, Bintang Pelajar, 1986),
3)       Risalah Fatihah karya A Hassan (Bangil: Yayasan al Muslimun, 1987),
4)       Mahkota Tuntunan Ilahi (1988) karya M Quraish Shihab,
5)       dan Tafsir Sufi Surat al Fatihah (1999) karya Jalaluddin Rakhmat.
c. Surat An Nisa’
Tafsir Hijri, Kajian Tafsir Al Qur’an Surat An Nisa’ (Jakarta: Logos, 2000) karya KH Didin Hafidhuddin. Buku ini merupakan hasil kajian tafsir yang disampaikan KH Didin Hafidhuddin di Masjid Al Hijri Universitas Ibnu Khaldun Bogor setiap Ahad sejak tahun 1993.
d. Surat Yasin
Karya tafsir yang membahas tentang surat Yasin antara lain adalah : Memahami Surat Yaa Sin (Jakarta :Golden Trayon Press, 1998) karya Radiks Purba
e. Juz Amma
Karya tafsir yang menfokuskan pembahasan pada juz ‘amma (juz 30) antara lain adalah : Tafsir Juz Amma Disertai Asbabun Nuzul (2000) karya Rafi’udin S.Ag dan Drs. KH. Edham Rifa’i.

Penutup
Kajian tafsir di Indonesia sebetulnya mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hanya saja sesuai kondisi historis bangsa Indonesia, maka metode penafsiran tidak terlepas dari metode terjemah dalam rangka memudahkan pemahaman ummat Islam di Indonesia. dengan kecenderungan penafsiran yang lebih mengarah pada metode penafsiran tematis, maka kajian tafsir yang berkembang lebih banyak pada tafsir tematis.



DAFTAR RUJUKAN

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, (Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003) .


 L. Anthony H. Johns, Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian awal. (Melayu online.com: 11 Agustus 2008)

Farid. F. Saenong. Arkeologi Pemikiran Tafsir di Indonesia Upaya Perintis. Artikel tertanggal 20 Juli 2006, dikutip dari internet.

Gusmian, Islah. Khazahan Tafsir Indonesia dari Hermenutika hingga Ideologi. Jakarta: Teraju, 2003









[1]  L. Anthony H. Johns, Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian awal. (Melayu online.com: 11 Agustus 2008)
[2] ketika menafsirkan surah al-Ikhlash hamzah alfansuri mengatakan: Laut itu indah bernama Ahad, Terlalu lengkap pada asy’us-samad, Olehnya itulah lam yalid wa lam yulad, Wa lam yakun lahu kufu’an Ahad.

[3] Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, (Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003) hal. 79

[4] Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Op.Cit.  hal. 107